BANDUNG – Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah (KML) meminta Komisi Yudisial dan KPK untuk mengawal proses sidang banding kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan secara tertutup di PTTUN Jakarta.
KML beraudiensi dengan Kantor Staf Presiden yang diterima oleh Teten Masduki Kepala Staf Kepresidenan (KSP). KML menyampaikan secara utuh dan menyeluruh atas terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan Sungai Cikijing dan Area Pertanian di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, termasuk disampaikan pula tujuan dari gugatan pada Bupati Sumedang dan ketiga perusahaan pencemar lingkungan.
“Kami sampaikan kepada Kang Teten, bahwa gugatan tidak bertujuan untuk menutup perusahaan. Ini murni dalam rangka penegakan hukum lingkungan. Kita minta penegakan hukum lingkungan harus ditegakan seadil-adilnya tidak dikait-kaitkan dengan isu PHK massal. Ini jelas dua aspek yang berbeda,. ” kata Adi M Yadi, Koordinator Pawapeling yang menghadiri pertemuan dengan KSP pada Jumat (5/8/16) lalu.
Sebab menurut Adi sangat tidak masuk akal bila perusahaan mengkaitkan hal tersebut dengan sentimen investasi dan PHK massal. Hal itu dianggap hanya sebagai alasan klasik yang kerap dihembuskan perusahaan perusak lingkungan. “Karena mereka tidak mau bertanggung jawab mengganti rugi dan memulihkan lingkungan yang telah dicemari dan dirusaknya,” beber Adi.
Kuasa Hukum KML Agus Rasyid CW, SH. MH mengatakan pihaknya sepakat dengan apa yang disampaikan Teten Masduki mengenai perlu adanya perbaikan dan menejemen pengelolaan limbah industri yang lebih optimal. Namun menurut Agus di samping itu ada yang lebih penting lagi yaitu perbaikan tata laksana dari pemerintah daerah dalam hal mengeluarkan Izin khususnya Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC), baik ditinjau dari aspek formil maupun materil.
“Secara menyuluruh perlu dievaluasi, tidak hanya izin yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Sumedang saja. Namun IPLC di daerah lainpun perlu ditinjau ulang. Sehingga ke depan, tidak ada lagi izin-izin perusahaan industri yang membuang limbah ke sungai melebihi baku mutu.” ungkap Agus.
Seperti diberitakan sebelumnya, pada 24 Mei 2016 lalu Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung memutuskan perkara Nomor 178/G/2015/PTUN-BDG, menunda, membatalkan dan mencabut Surat Keputusan Bupati Sumedang No. 660.31/Kep.509-IPLC/2014 Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) PT. Kahatex, No. 660.31/Kep.184-IPLC/2014 Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) PT. Insan Sandang dan No. 660.31/Kep.198-IPLC/2013 Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) PT. Five Star, atas gugatan Koalisi Melawan Limbah (KML) (Pawapeling, Walhi Jabar, Greenpeace Indonesia dan LBH Bandung), terhadap Bupati Sumedang dan tiga perusahaan tersebut. Atas putusan itu Bupati Sumedang dan ketiga perusahaan melayangkan banding ke PTTUN Jakarta.
KML sendiri telah menyurati Komisi Yudisial dan KPK, meminta untuk dilakukan pengawasan selama dalam proses sidang banding tersebut. Sementara kondisi di lapangan paska putusan, Sungai Cikijing sebagai penerima beban pembuangan limbah cair ketiga perusahaan, masih berwarna hitam pekat dan mengeluarkan bau tidak sedap.
Direktur Eksekutif Walhi Jabar Dadan Ramdan menegaskan penegakan hukum lingkungan hidup terhadap perusahaan/korporasi perusak dan pencemar lingkungan hidup di Citarum harus dijalankan. Bahkan menurut Dadan negara harus memaksa perusahaan untuk melakukan rehabilitasi dan mengganti kerugian yang dialami masyarakat dan lingkungan.
“Kami juga mendesak Kementerian Kehutanan Hidup dan Lingkungan Hidup (KLHK) dan Satgas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu (PHLT) Jawa Barat melakukan gugatan perdata dan pidana agar bisa memberikan efek jera bagi perusahaan. DAS Citarum sudah menjadi tempat limbah industri baik di hulu dan hilir, ini harus dihentikan,” tandas Dadan.