BANDUNG – Sudah 37 tahun Mbak Marini berjualan jamu mengelilingi jalanan Kota Bandung untuk mendapatkan uang yang bisa menghidupi keluargnya. Hingga kini Marini masih berkeliling berjualan jamu gendong dengan berjalan kaki sambil menggendong jamunya.
Bersama suami yang bekerja sebagai tani di Jawa, Marini menggabungkan penghasilan untuk membiayai keempat anaknya. Sekarang, anak bungsunya kuliah di Universitas Islam Nusantara Sunan Gunung Djati. Suami baru akan pulang ke Bandung jika ada keperluan mendadak dan sangat penting. Terkadang sampai setahun baru berkunjung ke Bandung untuk menengok istri dan keempat anaknya.
Pertama kali Marini ke Bandung ikut saudaranya untuk jual jamu. Awalnya ia merasa sedih karena jamunya tak kunjung laku. Namun, ia tetap berusaha berjalan jauh untuk mencari pelanggan yang ingin mencicipi jamunya.
“Sedih… Soalnya ini loh, kakinya sakit banget. Soalnya kan digendong dari pasar Gang Tileu ke Jalan Gagak sampai Haurgeulis muter ke Panghegar lalu pulang muter lewat RRI. Jalan jauh-jauh tapi nggak ada yang beli. Terus nggak tau sampe kemana arahnya Cuma ngikutin jalan raya aja,” kenang Marini saaat ditemui Balebandung.com di sebelah Taman Film Bandung, Jumat (16/9/16). Kala itu Marini masih gadis umur 16 tahun dan belum menikah.
Ditanya mengenai kenapa masih menggendong jamu dalam berjualan, ia menjawab dengan logatnya yang kental, “nggak bisa pakai motor, nggak bisa pakai sepeda. Ya, digendong saja,” ungkapnya.
Demi menyambung hidup, Marini tak mengenal lelah dan berusaha sekuat tenaga menggendong jamu berkeliling jalanan Bandung. Jamu seharga Rp 2 ribu satu gelasnya ini tak dapat menentukan penghasilan Marini saban hari apalagi tiap bulannya. Dengan beberapa pelanggan yang masih setia menyukai jamu racikannya inilah Marini bergantung, dan menguliahkan anaknya. by Nadzria DH