SOREANG – Wacana pemisahan Bidang Kebudayaan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung menuai kontroversi. Pemisahan itu sudah tercantum dalam rencana perubahan Susunan Organisasi Tata Kerja (SOTK) yang kini tengah dibahas Pansus 8 DPRD dan eksekutif Kabupaten Bandung.
Ketua II Paguyuban Seniman Budayawan (Paseban) Kabupaten Bandung, Aef Damanhudin beralasan, sejatinya bidang kebudayaan tak bisa dipisahkan dari bidang pendidikan, sehingga rencana penggabungan bidang kebudayaan dengan kepariwisataan, justru akan melemahkan kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam dunia pendidikan sebagai salah satu pusat kebudayaan.
“Dinas Pendidikan dan Kebudayaan itu, kebudayaannya tidak bisa dipisahkan karena memang saling berkaitan. Contohnya anak-anak dari mulai PAUD hingga SMA belajar pupuh, kawih, rampak sekar, kecapi, suling, menari dan lainnya yang merupakan bagian dari produk kebudayaan itu, yah di sekolah. Lalu kalau dipisahkan dari Dinas Pendidikan mekanismenya seperti apa,” kata Aef Damanhudin, Minggu (18/9/16).
Menurut Aef, sekolah merupakan salah satu pusat kebudayaan. Sebab di sekolah para siswa tidak hanya belajar kesenian saja. Melainkan belajar, memahami dan mengartikan semua produk budaya yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Contohnya, sebut dia, seperti belajar memasak, menjahit, menulis, membaca dan lain sebagainya adalah produk budaya. Jadi, sangat tidak tepat jika bidang kebudayaan ini dipisahkan dari Dinas Pendidikan dan digabungkan ke Dinas Pariwisata.
“Lah semuanya itu kan produk kebudayaan. Kalau pariwisata itu cuma bagian kecil dari kebudayaan. Nah, kalau pendidikan kesenian di sekolah, seperti menari, kecapi, suling, karawitan itu sudah bagus dan berprestasi, baru bidang kepariwisataan mengambil peran, sebagai penjual atau marketing-nya,” jelas Aef.
Berkaca dari beberapa kabupaten/kota lainnya, imbuh dia, memisahkan bidang kebudayaan dari Dinas Pendidikan, justru menimbulkan keruwetan. Sekolah sebagai salah satu pusat kebudayaan jadi kesulitan untuk pengembangan pendidikan seni budaya.
“Beberapa kali saya mengikuti pertemuan provinsi. Dalam pertemuan itu beberapa kabupaten/kota yang telah memisahkan bidang kebudayaan dari pendidikannya itu malah ruwet. Jadi enggak jelas mekanisme dan pelaksanaannya. Nah, ini yang harus dipikirkan ulang oleh para pengambil kebijakan di Kabupaten Bandung,” ungkapnya.
Aef melanjutkan, jika pemerintah ingin meningkatkan derajat kebudayaan masyarakatnya, bukan dengan memisahkan struktur yang sudah mapan, tapi sebaiknya memperkuat yang sudah ada. Misalnya menyiapkan guru kesenian di setiap sekolah, lalu memfasilitasi dan memberikan ruang-ruang kebudayaan yang luas bagi masyarakat. Sehingga upaya-upaya menghidupkan budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional itu bisa lebih nyata dan ada dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam diri para siswa di sekolah.
“Sebaiknya yah memperkuat yang sudah ada. Kalau sekarang di sekolah itu, tidak ada guru khusus kesenian, padahal ini penting. Misalnya kalau siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya-nya sumbang, lalu siapa yang membenarkan kalau tidak ada guru kesenian? Saya sarankan setiap sekolah itu mengangkat guru kesenian, dari UPI, ISBI atau bisa juga dari seniman dan budayawan yang ada di sekitar sekolah itu,” urainya.