Rabu, Februari 5, 2025
BerandaBale BandungWarga Kutawaringin Keluhkan Limbah Washing Jeans

Warga Kutawaringin Keluhkan Limbah Washing Jeans

ilustrasi laundry dan limbah washing jins.
ilustrasi laundry dan limbah washing jins.

KUTAWARINGIN – Warga di Kecamatan Kutawaringin Kabupaten Bandung, mengeluhkan tercemarnya aliran Sungai Ciwidey akibat limbah dari industri pencucian (washing) celana jeans yang berkembang di daerah mereka sejak tahun 2000-an lalu. Akibat pencemaran limbah cair itu, ekosistem sungai seperti ikan dan lainnya kini punah, bahkan air sungai yang sebelumnya dipgunakan untuk berbagai keperluan masyarakat kini tak bisa lagi manfaatkan.

Salah seorang warga Desa Jelegong berinisial DN (46) mengatakan, sejak maraknya usaha washing celana berbahan denim atau jeans di wilayah Kutawaringin, lambat laun pencemaran terhadap air di Sungai Ciwidey yang melintasi daerah tersebut dan bermuara di Sungai Citarum itu, kondisinya jadi rusak. Air sungai yang semula jernih hingga bebatuan nampak ke permukaan, berubah menjadi hitam pekat dan berbau tak sedap.

“Dulu kami biasa memanfaatkan air sungai itu untuk berbagai keperluan. Seperti mandi, mencuci pakaian, memancing dan mengairi pertanian. Namun setelah rusaknya air di sungai ini tak bisa lagi dipakai, karena airnya hitam pekat, berbau dan membuat gatal-gatal kalau kena kulit,”kata DN, Minggu (25/9/16).

DN mengatakan, ekosistem yang sebelumnya hidup di sungai tersebut, kini bisa dikatakan sebagian diantaranya sudah punah. Terutama beberapa jenis ikan, seperti ikan paray, jeler, beunteur, yang dulu banyak berkembang biak di sungai ini kini tinggal nama. Hanya beberapa jenis ikan yang masih bisa bertahan hidup, seperti lele, ikan sapu-sapu dan udang air tawar. Namun, meski jenis ikan tersebut masih hidup, warga sekitar sudah jarang mengkonsumsinya. Lantaran khawatir ikan tersebut sudah terecemar limbah kimia cair berbahaya.

“Jangankan ikannya dimakan, airnya kena kulit saja jadi gatal-gatal. Sekarang ini sungai tempat kami hidup dan tinggal sejak kecil dulu sudah hancur oleh limbah cair yang dibuang langsung ke sungai,”ujarnya.

DN melanjutkan, kerusakan aliran Sungai Ciwidey di kampung mereka itu, lebih terasa saat musim kemarau. Dimana aliran air kecil, sehingga ketika para pemilik usaha washing itu membuang limbah cair ke sungai sangat terlihat. Warna hitam pekat dan bau tak sedap mengalir hingga bermuara di Sungai Citarum.

“Kalau musim hujan seperti ini memang tidak begitu terlihat. Karena air limbah itu cepat terbawa hanyut ke Citarum, tapi meski begitu tetap saja endapannya yang tertinggal di dasar sungai. Coba saja turun, dan lihat lumpurnya hitam pekat dan berbau,”kata dia.

DN menyebutkan, di wilayah Kutawaringin ada lebih dari 20 usaha washing jeans. Usaha itu tersebar mulai dari Desa Jelekong, Kopo, Sukamulya dan Desa Kutawaringin. Para pemilik usaha washing ini, biasa membuang limbah cair bekas pencucian jeans itu langsung ke Sungai Ciwidey. Ada yang langsung dan ada juga yang melalui selokan-selokan yang akhirnya bermuara ke Sungai Ciwidey kemudian bermuara ke Sungai Citarum.

“Sebenarnya dari dulu warga di sini bukannya tidak keberatan. Dulu juga usaha-usaha washing ini pernah beberapa kali di demo, cuma sayangnya tidak pernah diabaikan dan tuntutan kami menguap begitu saja,” bebernya.

Menurut DN aliran Sungai Ciwidey di Kecamatan Kutawaringin ini melintasi beberapa desa. Yakni Desa Padasuka, Kopo dan Pameuntasan, sedangkan yang masuk ke wilayah Kecamatan Soreang adalah Desa Parungserab dan di wilayah Kecamatan Katapang adalah Desa Cilampeni.

“Memang kalau dari atasnya sih Sungai Ciwidey itu masih bersih. Karena diatas tidak ada kegiatan usaha yang mencemari sungai, tapi setelah masuk ke Kecamatan Kutawaringin hingga bermuara di Sungai Citarum, yah sudah rusak oleh limbah cair, baik itu dari limbah cair washing jeans maupun dari berbagai limbah industri yang banyak tersebar di Kecamatan Katapang,”katanya.

Selain masalah pencemaran, lanjut DN, permasalahan yang juga terjadi di Sungai Ciwidey di daerahnya itu adalah terus tergerusnya bantaran sungai. Bahkan beberapa tahun lalu, beberapa rumah milik warga yang berada di bantaran sungai hanyut terbawa air yang menggerus bantaran sungai. Ini terjadi karena terus bermunculannya pemukiman penduduk dan usaha masyarakat di sepanjang aliran sungai tersebut.

Kepala Desa Kutawaringin Ujang membantah jika pencemaran di Sungai Ciwidey itu berasal dari limbah cair yang dibuang para pelaku usaha washing jeans. Sebab menurutnya limbah cair yang dibuang ke sungai ataupun ke selokan-selokan anak Sungai Ciwidey itu, telah melalui proses penjernihan dengan menggunakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Sehingga, ketika dialirkan ke selokan dan sungai sudah bersih kembali.

“Enggak ada itu, kan sudah dinteralisir, sudah ada IPAL-nya. Bahkan airnya juga biasa dipakai mengairi kolam kok,” tukas Ujang.

Sedangkan untuk pelaku usaha washing jeans lainnya yang belum memakai IPAL, imbuh Kades, saat ini secara bertahap dilakukan pembinaan. Agar kedepannya segera menggunakan IPAL yang seuai dengan aturan. “Jadi enggak ada itu pencemaran sungai karena usaha washing jeans,”kilahnya lagi.

Ujang menuturkan usaha pembuatan celana jeans dan sandang lainnya yang berbahan jeans ini sudah berkembang puluhan tahun di desanya itu. Bahkan sejak ia dilahirkan pun, di desanya sudah terdapat usaha-usaha konveksi dan juga washing jeans ini. Selain di Desa Kutawaringin, Ujang mengakui di Kutawaringin ini berkembang pesat usaha sejenis, sehingga usaha konveksi jeans dan washing-nya ini juga ada di beberapa desa lainnya. Seperti di Desa Padasuka, Jelekong, Kopo dan Desa Sukamulya.

“Saya ini lahir tahun 1969. Usaha jeans di sini sudah ada dan terus berkembang semakin besar. Bahkan di Kutawaringin ini bukan cuma jeans saja. Berbagai keperluan sandang lainnya pun ada, seperti busana muslim dan lainnya,”kata dia.

Dikatakan Ujang, hasil produksi jeans dari Kutawaringin ini, menyebar ke seluruh Indonesia. Bahkan beberapa negara Asean seperti Malaysia pun dibanjiri produk jeans dari Kutawaringin. Di Kutawaringin ini, kata dia, terdapat lebih dari 100 pelaku UMKM, dari jumlah tersebut, 50%-nya bergerak di bidang usaha jeans. Dengan kemampuan produksi perminggu bisa mencapai ribuan potong.

“Dari home industi yang paling kecil saja, itu produksi perminggunya bisa mencapai 1.000 potong. Belum yang besar dengan jumlah karyawan 20-40 orang, produksinya perminggu itu 20 ribu hingga 40 ribu potong. Jadi memang sangat besar dan terus berkembang usaha sandang jeans di tempat ini,” sebut Ujang.

BERITA LAINYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

TERKINI