BANDUNG – Kalau melihat kursi roda, benak kita mungkin akan seragam. Tapi begitu melihat di lapangan tenis Graha Siliwangi, Kota Bandung, selama Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV 2016, 15-24 Oktober 2016 ini, ada kursi roda istimewa.
Musababnya karena kursi dalam cabor kursi roda tenis membantu paralimpian bergerak cepat, lincah bergerak dari satu sudut ke sudut lain, menyatu dari satu poin ke poin lainnya, hingga pertandingan memukau pun bisa kita saksikan.
Menurut pelatih tim tenis kursi roda Jawa Barat Mamat Widya, kursi tersebut memungkinkan terjadi pergerakan ritmis paralimpian karena bentuknya memang mengantisipasi kemungkinan jatuh.
Kursi lebih membeber ke samping, semacam mengembang ke kanan kiri kursi roda. Sebut saja, kedua bannya lebih melebar ke arah luar. Sementara di bagian belakang kursi ada semacam buntut besi.
Bentuk ini membuat selain lebih kokoh, juga paralimpian tidak akan terjengkang sekiranya jatuh. Kursi juga tidak akan bergerak natural mengikuti permukaan lantai, namun cenderung statis tergantung pergerakan paralimpian.
“Ban kursi roda berukuran lebih kecil, itu lebih bagus dipakai bertanding. Beda dengan yang sehari-hari. Ban ini lebih ringan untuk memutar-mutar jadinya. Ukuran ban ada yang 24, 26, dan 27, ini berbeda disesuikan bentuk bokong paralimpian,” terang Mamat di Lapangan Tenis Graha Siliwangi, Kota Bandung, Senin (17/10/16).
Menurutnya, kursi roda paralimpian ini rerata masih barang impor karena berbahan alumunium ringan yang berkualitas. Ada yang buatan Jepang, ada yang produk Singapura. Harga bervariasi Rp4 s.d Rp10 juta per buah.
Merek yang banyak digunakan paralimpian dalam Peparnas kali ini antara lain merek Quickie dan Arman. Produk lokal sebenarnya sudah ada, kisaran harga Rp2 juta. Memang lebih murah namun karena berbahan besi, fleksibilitasnya tak begitu terasa.
Saat ini, sembilan paralimpian tenis kursi roda Jawa Barat berasal dari Kabupaten Bogor sebanyak sembilan orang dan satu orang dari Kota Bandung. Mereka terpilih setelah masing-masing Pengcab NPCI mengirimkan wakilnya untuk diseleksi.
Mamat mengatakan, seperti tema Peparnas kali ini yakni Melampaui Keterbatasan, melatih paralimpian nyaris tiada bedanya sekalipun mereka harus duduk di kursi roda tadi.
“Latihannya sama dengan cara saya melatih atlet biasa. Kami suruh lari, muter-muter lapangan di awal. Tangan mereka kami latih dengan keras, karena tumpuannya di sana. Megang raket harus sama dua tangan, atau bisa satu tangan,” ungkapnya.
Jadi, fisik, taktik, dan mental sekaligus dilatih olehnya. Mamat bahkan pernah mencoba melatih dengan juga ikut gunakan kursi roda agar menghayati. Namun karena tak pengalaman, dia malah sempat terjungkal jatuh sehingga kini melatih dengan berdiri.
Menurut dia, paralimpian umumnya serius berlatih sehingga memudahkan dirinya. Terutama semangat mereka lebih menyala, motivasi untuk maju melesatnya sangat terasa.
Apalagi mereka tahu bahwa biaya Pelatda (Pelatihan Daerah) ditanggung Pemprov Jawa Barat. Selama lima bulan lamanya, kata dia, atlet tinggal di hotel pelatda dengan seluruh biaya ditanggung. Bahkan mereka dikasih uang saku bulanan.
“Kami terus kasih motivasi, nggak ada lagi. Kamu sudah dikasih duit, dikasih makan, tidur di hotel, uang ini uang rakyat, kamu pertanggungjawabkan harus dapat emas. Kamu harus buktikan kalo saya mampu seperti atlet umum. Walaupun ada keterbatasan, tapi perlihatkan kepada pemerintah dan masyarakat, bawa saya juga mampu,” pungkasnya, mantap.