SOREANG – Dianggap membebani negara, alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20% perlu dievaluasi. Hal ini dipicu dengan defisitnya APBN Perubahan 2016 akibat adanya kelebihan anggaran Rp23,3 triliun untuk dana tunjangan profesi guru seluruh Indonesia yang merupakan dana transfer khusus (DTK).
Selain itu, anggaran untuk pendidikan 20% dari APBN dikucurkan sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003, tapi dianggap belum banyak berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidkan Indonesia.
“Anggaran pendidikan 20% memang masih dibutuhkan. Tapi penggunaannya harus dievaluasi sejauh mana efektifitasnya, seberapa persen daya ungkitnya, salah satunya dalam rangka peningkatan kesejahteraan guru,” ungkap anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qudratullah saat ditemui di ajang Hijab Festifal di Hotel Sutan Raja Soreang, Sabtu (15/4/17).
Najib menambahkan, evaluasi diperlukan selain melihat seberapa optimalnya anggaran sertifikasi, juga soal perbaikan infrastruktur pendidikan, termasuk dilihat apakah penyaluran biaya operasional sekolah (BOS) untuk sekolah-sekolah tertentu saja, juga soal kemerataan penyalurannya, terlebih soal pengawasan diperlukan evaluasi apakah ada penyelewengan anggaran atau terjadi kebocoran.
Kendati begitu, Najib menganggap hal yang wajar besarnya alokasi pendidikan sebesar 20% sebab negeri sedang membangun dan mempersiapkan SDM terdidik demi masa depan.
“Ya, ini memang investasi jangka panjang untuk membangun SDM berkuaitas dan meningkatkan mutu pendidikan,” pungkas anggota DPR dari Fraksi PAN ini.