GESAT – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta dukungan penuh pemerintah kabupaten/kota se-Bandung Raya, dalam memaksimalkan pemanfaatan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Legoknangka di Desa Ciherang Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Masing-masing daerah itu diantaranya Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.
“Peradaban manusia yang maju adalah bisa mengatasi masalah sampah. Jangan sampai mengirit pada masalah yang penting karena ini untuk kepentingan masyarakat luas,” kata Gubernur usai Rapat Koordinasi TPPAS Legoknangka, yang dihadiri bupati/walikota, di Gedung Sate, Senin (6 /11/17).
Aher mengungkapkan, dalam mengatasai permasalahan pengolahan sampah memang memerlukan anggaran yang cukup tinggi. Ia juga menuturkan terkait pengelolaan sampah, sebenarnya adalah kewajiban kabupaten kota. Namun demi kepentingan bersama, Pemprov Jabar membuat TPPAS di Legoknangka, dan ikut menyumbang tipping fee-nya. “Nggak apa-apa, ini untuk kepentingan bersama,” tukasnya.
Kemudian, terkait kewajiban pembayaran tipping-fee oleh kabupaten/kota. Aher menawarkan solusi dengan memaksimalkan pengelolan retribusi sampah dari masyarakat di daerah masing-masing.
“Memang tipping fee-nya mahal. Kan bisa pengelolaan retribusinya bisa dimaksimalkan. Contohnya, masyarakat yang kaya di komplek perumahan mewah kan bisa retribusinya ditarik Rp 250 ribu. Masa perumahan mewah retribusi masih Rp. 25 ribuan, kalau masyarakat biasa cukuplah Rp 10 – 20 ribu, itu salah satu contohnya,” ungkap Aher.
Pemprov Jabar sendiri menyanggupi menutupi Tipping Fee sebesar 30% untuk pengelolaan sampah tersebut. Adapun sisa Tipping Fee akan dibebankan kepada masing-masing kepala daerah yang ikut memanfaatkan TPPAS Legoknangka.
Saat ini Aher mengaku, pihaknya tengah mencari sejumlah alternatif pembiayaan, salah satunya dengan mencarikan investor yang mau menanamkan modalnya dalam hal pengelolaan sampah.
Sementara terkait infrastruktur untuk mendukung TPPAS sudah berjalan, lahan yang diperlukan pun sudah seluruhnya dibebaskan. Untuk diketahui, tempat pengelolaan sampah waste to energy dengan kapasitas 1.800 ton per hari tersebut menelan anggaran lebih dari Rp 3,1 triliun dengan luas lahan yang telah disiapkan Pemprov Jabar seluas 75 hektare.
Adapun hasil perhitungan konsultan PWC pada 9 Oktober 2017 menghasilkan ringkasan pembiayaan rasionalisasi tipping fee sebesar Rp 386.000 per ton. Besaran tersebut berdasarkan penghitungan capital expenditure Rp 2,6 triliun, suku bunga 10%, rasio ekuitas 70% (pinjaman) : 30% (dana sendiri), model dan masa kerjasama BOT 20 tahun dan IRR 15% (umum untuk infrastruktur di Indonesia).
“Besaran tipping fee itu Rp 386 ribu per ton. Itu HPS (hasil perhitungan sendiri). Respon pasar waste to energy untuk tipping fee berkisar antara USD 20/40 perton (sekitar Rp 270 ribu – 540 ribu per ton). Nantinya, besaran tipping fee ditentukan hasil lelang investasi dengan pola kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU),” kata Aher.
Dengan perhitungan itu, nantinya Pemprov akan membayar 30% dikali total volume kab/kota dikali 365 hari. Sedangkan masing-masing kab/kota harus membayar dari penghitungan total volume sampah di kab/kota masing-masing dikali 70% dikali 365 hari.
“Dengan perhitungan tersebut, menjadi sangat penting untuk kemudian di informasikan kepada calon investor agar dalam pembiayaannya dapat cepat terealisasi,” pungkasnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat, Anang Sudarna mengatakan pihaknya menargetkan proyek ini akan mulai dilelangkan pada November ini. “Bulan ini lelang, April penunjukan pemenang. Juni kontrak. Itu target kami. Untuk penghitungan tadi tipping fee yang sebesar Rp 386 ribu per ton ada kemungkinan berkurang. Bisa saja ada investor yang menawarkan harga di bawah itu,” terang Anang.