BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mendorong terus perluasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda sebagai salah satu solusi meminimalisir bencana ekologi di kawasan Bandung Raya.
Menurut gubernur, Pemprov Jawa Barat mulai tahun 2010 hingga 2017, berhasil membebaskan tanah enclave dalam kawasan Tahura seluas 15,57 hektar dan tersisa 10,53 hektar belum terbebaskan. Sementara tanah di luar kawasan yang berbatasan langsung dengan Tahura hingga 2017 telah dibebaskan sekitar 11,3 hektar.
Luas Tahura saat ini mencapai 528,39 hektar –terdiri dari Blok Perlindungan 308,624 hektar, Blok Koleksi 44,471 hektar, dan Blok Pemanfaatan 175,308 hektar– berstatus tanah negara, yang mana mulai tahun 2003 pengelolaanya diserahkan ke Pemprov Jawa Barat.
“Kami akan terus berupaya melakukan pembebasan lahan enclave atau lahan sekitar berbatasan yang dikuasai oleh masyarakat, sehingga berkembangnya Tahura jelas akan meningkatkan kawasan resapan air penangkal bencana ekologi di Bandung Raya,” kata Aher di Bandung, Sabtu (24/3/18).
Banjir bandang yang terjadi kemarin di Kota Bandung terjadi akibat run off aliran permukaan dari vegetasi Kawasan Bukit Bintang hingga Manglayang kurang rapat.
Aher menjelaskan, perluasan area Tahura di kawasan Tahura dapat menyerap banyak air hujan. Direncanakan, total perluasan kawasan akan membentang dari Dago sampai Jatinangor seluas 2.750 hektar, sehingga tambahan lahan Tahura itu akan menjadi green belt. “Bisa dibayangkan kalau 2.750 hektar itu jadi hutan, bisa menyerap 75% setiap hujan yang jatuh,” ujarnya.
Tahun 2008-2009, sambung Aher, pernah dilakukan upaya perluasan kawasan hingga ke Gunung Manglayang tersebut yang dikuasai BUMN Perhutani. Pemprov Jabar kala itu telah mendapat Surat Rekomendasi dari Bupati Bandung dan Bupati Sumedang, serta Surat Rekomendasi dari Dirjen PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, namun belum peroleh respon positif dari Direksi Perhutani.
Upaya tersebut dirintis sejak tahun 2006 dengan kajian perluasan tersebut telah lengkap saat Dinas Kehutanan masih dijabat Alm. Wawan Ridwan. Ide itu kemudian diteruskan Kadishut selanjutnya, Anang Sudarna.
Menurut Anang, perluasan usulan diserahkan ke pemerintah pusat pada Maret 2010 dan mendapat persetujuan dari Dirjen PHKA dan Dirjen Planologi. Namun, sekali lagi, rencana itu belum peroleh sambutan senada dari badan usaha milik negara.
Upaya Lain
Selain perluasana Tahura, Aher mengatakan bahwa bencana ekologi di Bandung Raya bisa direduksi sekira semua pihak tidak menanam tanaman hortikultura, semisal sayur dan buahan, di lahan yang memiliki kemiringan tertentu.
“Sesuai peraturan kementerian pertanian, dilarang menanam tanaman hortikultura di atas kemiringan 40 derajat,” jelasnya.
Selain itu, Pemprov Jabar menghimbau pemerintah kota dan kabupaten sebagai pemberi izin lapangan terus melakukan pengawasan kepada pengembang yang mendirikan bangunan atau tempat wisata.
Contohnya, di rekomendasi pasti Pemprov Jabar instruksikan membangun zero run off dengan membuat embung, sumur resapan dan biopori, maka itu harus diawasi betul pemerintah kota dan kabupaten dalam pelaksanaannya.
Selain itu, kata Aher, pemberian izin pembangunan di KBU juga harus lebih selektif. Sebab, kalau hitungannya daya dukung dan daya tampung, pembangunan di KBU mestinya sudah harus dihentikan.