KATAPANG – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) RI Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak melepas kurang lebih 2.000 peserta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Citarum Harum di Desa Cilampeni Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Selasa (31/7/18).
Peserta merupakan mahasiswa dari perguruan-perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Jawa Barat dan DKI, dalam rangka Gebyar Edukasi 3R (Reduce, Reuse, Recycle) KKN Tematik Citarum Harum.
“Program Citarum Harum yang diinisiasi pemerintah pusat harus didukung oleh semua pihak, tidak terkecuali dari para akademisi. Para rektor perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, di bawah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, kita coba konsentrasikan untuk menerjunkan mahasiswanya dalam KKN di DAS Citarum,” terang Menristek.
Para peserta akan disebar ke beberapa desa yang ada di DAS Citarum untuk mengedukasi masyarakat dalam mengelola sampah. Pihaknya menyerahkan 2 buah insinerator (alat pengolah sampah) untuk penggunaan di Sektor 8 Citarum Harum.
“Secara bertahap semua sektor akan kita berikan alat insinerator yang kita kembangkan ini. Alat ini memiliki keunggulan karena asap yang dikeluarkan bersih, kemudian air buangannya bisa dijadikan pupuk organik cair,” jelas Menteri.
Selain itu secara simbolis diserahkan juga 5.000 bibit kopi jenis arabika dan robusta hasil pembiakan melalui kultur jaringan. “Untuk menyiapkan bibit kopi biasanya butuh waktu dua tahun dan menghasilkan 10 ribu bibit. Namun kini dalam waktu dua tahun bisa menyediakan 120 juta bibit dengan menerapkan teknologi Embriogenesis Somatik atau kultur jaringan, kita kembangkan di Jember Jawa Timur. Mudah-mudahan upaya ini bisa mempercepat revitalisasi lahan di sepanjang DAS Citarum,” ucap Nasir.
Ia menyebut dari total anggaran BPJS Kesehatan senilai Rp. 9,6 triliun untuk seluruh Indonesia, sekitar Rp. 1,9 triliun dialokasikan untuk Jawa Barat khususnya bagi warga yang tinggal di sepanjang DAS Citarum.
“Angka ini tentu cukup besar, apa sebabnya? Karena di sepanjang DAS banyak warga yang terkena penyakit. Tentunya semua pihak tidak boleh berdiam diri, karena jika kondisi Sungai Citarum ini terus kita biarkan, dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan generasi mendatang akan mengalami stunting (kerdil),” ungkap Nasir.
Dengan adanya peran dari para akademisi dalam mengedukasi masyarakat, dirinya berharap program Citarum Harum akan lebih cepat terwujud.
“Selain masyarakat, kita juga harus terus mengedukasi dunia industri, industri wajib memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Membuang limbah secara langsung ke sungai sama saja dengan menghancurkan bangsa ini secara perlahan. Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat, agar memberikan sanksi sosial bagi pelaku pembuang sampah di sungai. Jika sanksi ini sudah terbiasa diterapkan tentu akan jadi budaya. Melalui perilaku yang membudaya, maka Citarum Harum akan segera terwujud,” pungkasnya.***