BALEBANDUNG – Pada akhir surat usulannya, Harders mengajukan RAA Martanegara sebagai calon pertama Bupati Bandung dan diusulkan agar gaji bupati nanti dinaikkan menjadi f.14.400,00 setahun ditambah persen kopi sebesar 2,5 sen dari setiap pikul kopi yang diserahkan kabupaten kepada pemerintah, yang jumlah maksimumnya setahun f.20.000,00.
Sementara itu, Patih Bandung Raden Rangga Sumanagara menjalankan tugas bupati sehari-hari sebelum ada bupati baru. Rupa-rupanya Patih Bandung ini berambisi juga untuk menjadi Bupati Bandung. Apabila dilihat dari silsilahnya, ayahnya adalah Reden Demang Suriapraja, pesiunan Hoofd Jaksa Bandung, almarhum kakeknya adalah Raden Adinagara, Patih Bandung. Raden Rangga Sumanagara juga menantu Dalem Bintang, bahkan konon bila silsilahnya ditarik terus ke atas, ia adalah keturunan Tumenggung Wiraangun-angun, Bupati Bandung yang pertama.
Perjalanan karir Raden Rangga Sumanagara dimulai dari Juru Rulis Hoofd Jaksa Bandung (1868), kemudian Asisten Wedana Kota Bandung (1866), Asisten Wedana Distrik Banjaran (1869), Asisten Wedana Palasari (1871), Wedana Gandasoli (1872), Patih Afdeling Sukapura Kolot (1884), dan Patih Bandung (1891).
Bila dilihat dari silsilah dan perjalanan karirnya, keinginan Patih Sumanagara untuk menjadi bupati adalah hal yang wajar. Akan tetapi, yang menentukan ia bisa diangkat atau tidaknya adalah Pemerintah Belanda. Ternyata, dalam surat usulan Harders, namanya sama sekali tidak disebut-sebut.
Sementara itu, surat usulan Harders sedang diproses, di kalangan elit birokrasi Bandung beredar nama-nama yang dicalonkan untuk menjadi bupati, yaitu, Patih Sumanagara, Demang Suriakarta, Adiningrat (Patih Cicalengka), Raden Nataningrat (Asisten Wedana Buahbatu), dan Bupati Sumedang.
Ketika itu, Bupati Sumedang tidak bersedia diangkat menjadi Bupati Bandung. Agaknya, Nataningrat selain karena tingkah lakunya kurang terpuji seperti yang dikemukakan oleh Harders, juga karena jabatannya masih asisten wedana — yang biasanya tidak langsung menjadi bupati — tidak disebut-sebut lagi pada perkembangan selanjutnya sehingga tinggallah dua nama, yakni Patih Sumanagara dan Patih Cicalengka. Dalam persaingan ini, Patih Bandung berusaha menjelek-jelekan lawannya dengan mengatakan bahwa Patih Cicalengka itu berhati dengki dan suka melakukan tindakan yang menyakitkan hati orang lain.
Patih Sumanagara mempunyai banyak pendukung dalam pencalonan dirinya untuk menjadi bupati, yaitu ayahnya sendiri R. Demang Suriadipraja, R. Rangga Kartadiraja (Wedana Conggeang, Sumedang), Raden Danunagara (bekas mantri gudang di Banjar), Raden Natanagara (putra Dalem Bintang), Kiai Abdul Kahar (seorang guru mengaji), Argawijaya (seorang ‘jawara’ Bandung), dan R. Wira Sudibja (bekas mantri gudang kopi di Banjaran) yang terkenal dengan dukun ahli ramal yang mempunyai banyak jimat. Hubungan antara Patih Sumanagara dan R Wira Sudibja cukup erat semasa Sumanagara menjadi Wedana Banjaran, Wira Sudibja menjadi mantri gudang kopi di sana. Pada waktu itu, Wira Sudibja sudah menunjukkan kesetiaanya kepada Sumanagara.
Selain mempunyai banyak pendukung, Patih Sumanagara juga telah menjalankan tugas sehari-hari bupati, sejak Dalem Kusumadilaga sakit hingga saat itu. Karena itu, Sumanagara merasa optimis untuk menduduki jabatan bupati sehingga ia mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal untuk diangkat sebagai bupati.
R. Wira Sudibya pernah mengatakan bahwa Patih Sumanagara pasti akan jadi bupati. Bila tidak, akan terjadi kerusuhan. Pendapat Argawijaya tidak jauh beda, ia mengatakan bila Patih Sumanagara tidak terpilih, ia akan menyuruh melakukan pencurian-pencurian. Demikian yang terungkap dalam pemeriksaan setelah para tersangka komplotan pembunuhan ditangkap.
Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri di Batavia mengirimkan pertimbangan kepada Gubernur Jenderal sehubungan dengan usulan Residen Harders yang isinya menyampaikan persetujuan terhadap pencalonan RAA Martanegara dan Raden Demang Suriakarta Adiningrat sebagai calon lainnya.
Dalam surat pengusulan tersebut, Direktur Departemen Pemerintah Dalam Negeri yang rupanya kenal secara pribadi RAA Martanegara sebagai the right man on the right place. Akan tetapi, ia tidak setuju bila Bupati Bandung nanti mendapat gaji lebih daripada bupati-bupati lainnya karena bila hal itu terjadi, akan menimbulkan iri hati.
Untuk selanjutnya, ia mengusulkan agar Patih Sumanagara dipindahkan menjadi Patih Sukapura Kolot menggantikan RAA Martanegara dengan diberi gaji f400.00 sebulan. Sedangkan Patih Sumedang Raden Rangga Tisna Kusumah diangkat menjadi Patih Bandung dengan gaji f300,00 sebulan.
Selain Residen Priangan dan Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri, Adviseur voor Inlandsche Zaken KF Holle juga ikut merekomenasikan RAA Martanegara sebagai calon Bupati Bandung dengan surat tertanggal 10 Juni 1893 No. 116. Ini tidak mengherankan karena KF Holle bersahabat dengan RH Muhammad Musa, Hoofd Penghulu Garut (Limbangan) yang juga masih paman RAA Martanegara dari pihak ibunya. Menurut salah satu sumber, RH Muhammad Musa-lah yang mengajukan RAA Martanegara sebagai calon Bupati Bandung kepada KF Holle.
Raad van Nederlandsch-Indie memberikan persetujuan kepada Gubernur Jenderal tentang pencalonan RAA Martanegara berdasarkan misif-misif dari ketiga pejabat yang telah disebutkan di atas. Dewan ini juga tidak setuju bila gaji Bupati Bandung nanti disamakan dengan bupati-bupati lainnya.
Sementara itu, Residen Harders yang rupanya mencium rencana-rencana Patih Sumanagara segera mengirim telegram ke Buitenzorg pada 4 Juni 1893. Isi telegram itu adalah meminta agar dikirim berita bila keputusan pengangkatan Bupati Bandung sudah ada.
Berdasarkan misif-misif dari Residen Priangan, Direktur Departemen Pemerintahan Dalam Negeri, serta dari Adviser KF Holle, Gubernur Jenderal mengeluarkan besluit pada 27 Juni 1893, yang berisi sebagai berikut.
1. Mengangkat Raden Aria Martanegara sebagai Bupati Bandung dengan tambahan gelar Tumenggung.
2. Dengan meminta persetujuan lebih lanjut dari Ratu Belanda, Bupati Bandung yang diangkat mendapat penghasilan f 13.000,00 per tahun ditambah persentase dari penyerahan kopi sesuai dengan artikel 1 Staatsblad 1850 No.214.
3. Membuat laporan kepada Menteri Urusan Jajahan yang isinya meminta agar penghasilan bupati diatur kembali.
Pada 29 Juni 1893, Asisten Residen Sukapura Kolot, Paten, memberitahukan tentang adanya telegram dari Residen Harders yang berisi keputusan Gubernur Jenderal di atas kepada RAA Martanegara.[Hanca]
Di-online-kan Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi Kab Bandung ke-375, 20 April 2016.
Sumber :
– Garlika Martanegara
– Nina H Lubis, Konflik Elite Birokrasi; Biografi Politik Bupati RAA Martanagara