IBUN, Balebandung.com – Selama ini perambahan hutan belum ada penegakan hukumnya, termasuk di hutan cagar alam (CA) dan taman wisata alam (TWA). Hutan-hutan tersebut dirambah untuk ditanami sayuran oleh petani warga setempat.
Padahal perambahan hutan tersebut merupakan tindak pidana, karena melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan UU No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Hal itu terungkap dalam Sosialisasi Penanganan Perambahan di Cagar Alam Kawasan Kamojang, di Gedung Dipa Bramanta PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, Rabu (6/11/19). Sosialisasi ini dinilai penting dilakukan, selain dalam rangka penegakan hukum terhadap perambah hutan, juga dalam rangka pemulihan ekosistem hulu daerah aliran sungai Citarum.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Garut Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Dodi Arisandi mengakui, hingga saat ini, penegakan hukum terhadap perambah hutan masih dalam tahap sosialisasi dan baru dilakukan tindakan persuasif terhadap perambah.
Padahal kondisi perambahan hutan makin parah. Menurut catatan BBKSDA, di kawasan Kamojang saja tercatat sekitar 150 hektare sudah dirambah menjadi perkebunan sayur, juga di kawasan Papandayan sekitar 300 ha.
“Kita sosialisasikan dulu untuk saat ini, dalam satu bulan ke depan lah, kita lebih mengedepankan tindakan persuasif agar masyarakat tidak lagi merambah hutan dan tidak lagi menanam sayuran, khususnya di kawasan cagar alam dan taman wisata alam,” ungkap Dodi kepada Balebandung.com usai sosialisasi.
Setelah sosialisasi, imbuh Dodi, barulah bagi para perambah akan diberikan surat peringatan tiga kali, dan jika tetap membandel, penegakan hukum akan dilakukan. Bukan saja penegakan hukum, namun solusi juga ditawarkan berupa kepesertaan perambah tersebut dalam program perhutanan sosial dari Kementerian Lingkungan Hidup.
Dodi mengakui dalam penegakan hukum tersebut masih terkendala personil BBKSDA saat melakukan patroli sehingga pengawasan belum terlalu optimal.
Camat Ibun Adjat Sudrajat mengatakan, harus ada kebersamaan dalam rangka penegakan hukum soal perambahan hutan. “Harus ada kebersamaan antara BBKSDA dan Perhutani, bersama pemerintah daerah, Polri dan TNI juga masyarakat dalam upaya penegakan hukum perambah hutan ini. Kalau tidak ada kebersamaan, jangan harap ada penyelesaian soal perambahan hutan,” tandas Adjat.
Penggiat lingkungan kawasan Kamojang, Memet Mochamat Rahmat menyatakan, selama belasan tahun ia terlibat dalam pelestarian hutan, memang belum ada penegakan hukum terhadap perambah.
“Sudah belasan tahun saya tunggu-tunggu ada penegakan hukum terhadap perambah, tapi hari ini saja baru disosialisasikan. Menurut saya bukan jamannya lagi sosialisasi, langsung saja tindak tegas penegakan hukumnya. Kita bantulah bersama-sama,” tandas Memet.***