SOREANG, Balebandung.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Asep Kusumah mengatakan dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini, pihaknya terus melakukan upaya pengendalian lingkungan terhadap sektor industri di Kabupaten Bandung.
“Terkait dengan kebijakan untuk pengendalian dan pelanggaran-pelanggaran di sektor industri, alhamdulillah progres selama lima tahun terakhir dengan dukungan dari berbagai pihak di antaranya dari Satgas Citarum Harum, dan kebijakan yang kuat dari pimpinan daerah di antaranya Bupati Bandung. Selain itu sektor pengawasan sosial dari masyarakat dan komitmen yang kuat dari para pelaku industri,” papar Asep Kusumah kepada wartawan, Rabu (1/12/21).
Asep menjelaskan dalam lima tahun terakhir ini, dari aspek pengawasan hukum di bidang administrasi, pihaknya mendorong para pengusaha untuk memiliki dokumen perijinan secara lengkap.
“Kemudian dari instrumen hukum, kita memberikan peringatan, kemudian sanksi administrasi. Bahkan di lapangan, kita melakukan tindakan penutupan saluran-saluran siluman atau saluran bypass yang selama ini dimanfaatkan perusahaan untuk membuang limbah cair yang tidak melewati instalasi pengolahan air limbah,” ungkapnya.
Hal itu menurutnya menjadi kekuatan pemerintah, karena kesadaran pelaku usaha industri maupun masyarakat terus tumbuh. Di antaranya ada lebih dari 40 pelaku usaha industri yang mulai memperbaiki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dengan baik.
“Kita juga bekerjasama dengan aparat hukum, tentunya menjadi instrumen yang positif,” imbuhnya.
Sebelumnya saat menyerahkan sanksi hukum terhadap pelaku usaha industri, itu biasanya hanya pelaku industri dan dari Dinas Lingkungan Hidup saja.
“Namun saat ini, sudah berjalan empat tahun, kita undang camat, kapolsek, danramil, kepala desa termasuk sektor (Satgas Citarum Harum) untuk menyaksikan proses sanksi administrasi paksaan terhadap pelaku industri yang melanggar,” jelas Asep.
Harapannya, dalam upaya menyadarkan para pelaku industri. Asep bilang cara seperti itu, dalam upaya menyadarkan para pelaku industri yang masih melakukan pelanggaran, bahwa mereka diawasi oleh semua pihak dan aparatur pemerintahan kewilayahan.
“Kita harus kerja bareng dan kolaborasi, dalam upaya menerapkan konsep pentahelix,” tandasnya.
Asep menuturkan, prinsipnya perusahaan yang berbasis celup dan membutuhkan IPAL, itu hampir seluruh perusahaan memiliki IPAL.
“Hanya saja, kita tak menutup mata. Ada persoalan pertumbuhan industri, misalnya ada perusahaan yang awalnya memiliki lima mesin, kemudian bertambah menjadi 10 mesin lebih atau seterusnya. Ada di antaranya (perusahaan) yang tak siap melakukan perubahan di perijinan maupun dalam pembuatan IPAL,” ungkapnya.
Ditegaskan Asep Kusumah, perusahaan yang dikenai sanksi itu, di antaranya perusahaan yang buang limbah melalui saluran bypass tanpa melalui proses IPAL.
“Kita cor, kita tutup saluran limbahnya. Selain itu, diberikan sanksi untuk melengkapi dokumen perijinan. Ada juga pelanggaran karena pipanya bocor, dan tak diperbaiki. Tapi kita beri toleransi karena ada SOP. Ada yang melakukan pelanggaran itu karena ada peningkatan debit, selain pelanggaran dari sisi manajemen terkait pengolahan B3 dan pelaporan. Mereka wajib lapor pada kita. Itu kita berikan surat peringatan,” tuturnya.
Dia menduga, perusahaan yang masih memanfaatkan saluran siluman untuk membuang limbah itu, karena untuk menghambat biaya pengolahan limbah melalui IPAL. Sehingga dibuang tanpa melewati sarana IPAL.
“Bisa juga karena ada peningkatan debit, kemudian IPAL-nya kolaps, sehingga sebagian limbahnya dibuang tanpa melalui IPAL. Kita berusaha untuk memperkuat pengawasan sosial,” ungkapnya. ***