BANDUNG, Balebandung.com – Pengadilan Tinggu Tata Usaha Negara (PTUN Bandung) menggelar sidang kasus dugaan penyerobotan tanah milik Syaiful Bachri, yang berlokasi di Jalan Sindang Subur RT 01 RW 015 Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Rabu (30/3/2022).
Fakta hukum yang terungkap di persidangan, saksi fakta yang dihadirkan oleh kuasa hukum Tergugat Intervensi 2 untuk kesaksian perihal tanah tersebut adalah Mohamad Amin, warga asli desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Dalam kesaksiannya, Amin mengaku dirinya tidak mengenal Djedjen Teteng. Tapi ia juga mengau pernah kedatangan Djedjen Teteng ketika menanyakan apakah tanah ini mau dijual.
“Waktu itu saya jawab, ya akan dijual. Silahkan menghubungi pemiliknya saja. Kebetulan kalau saya hanya menjaga lahan sambil memelihara kambing,” ungkap Amin.
Namun sekitar seminggu kemudian Djedjen Teteng kembali lagi bersama rombongan ormas. Mereka membawa dan memasang banner bertuliskan “Tanah Ini Milik Djedjen Teteng”.
“Saya jadi bingung dan langsung menghubungi Pak Syaiful sebagai majikan saya dan pemilik tanah. Karena saya memelihara kambing dan bercocok tanam atas seijin pemilik tanah, ujar Amin di muka persidangan.
Amin mengatakan, sejak kecil dirinya tinggal dan bermain dekat lahan tersebut hingga saat ini. Ia pun mengaku tahu runtutan kepemilikan lahan tersebut.
“Saya tahu tanah yang saya tempati sudah menjadi Sertifikat Hak Milik atas nama Nadya Adilla Putri dengan nomer SHM 959 /Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor,” ungkapnya.
Selain itu pernah ditanyakan pula oleh Majelis Hakim tentang Letter C Kohir 397. Sedangkan obyek yang dipermasalahkan adalah Sertifikat Hak Milik no 959 Desa Tugu Selatan, yang berawal dari Girik Letter C Kohir Nomor 2215.
Kasus ini berawal dari pembelian sebidang tanah dari Terry Kassen Tanizar oleh Syaiful pada tanggal 20 Desember 2012. Tanah seluas 4.855 meter persegi dan telah menjadi Sertifikat Hak Milik no. 959 /Desa Tugu Selatan.
Lalu Sertifikat Hak Milik tersebut oleh Syaiful dibaliknamakan atas nama putrinya bernama Nadya Adilla Putri dan SHM tersebut merupakan peningkatan hak dari tanah milik adat Girik Letter C Kohir No 2215 .
Namun tiba-tiba pada tanggal 17 Juli 2021 ada serombongan ormas (organisasi masyarakat) yang memaksa masuk untuk menguasai tanah tersebut.
Menurut keterangan saksi mata M Amin, yang datang adalah Djedjen Teteng bersama rombongan ormas yang dibawanya. Amin mengatakan mereka mengklaim tanah tersebut adalah milik Djedjen Teteng dengan membawa bukti kepemilikan berupa Draft Akta Jual -Beli.
Draft itu konon belum bernomor dan bertanggal serta belum terdaftar di Kantor Desa Tugu Selatan maupun di kantor kecamatan, dengan Nomor Kohir 397. Draft juga baru di tanda tangani pada bulan Juni 2021 oleh Mantan Kepala Desa Tugu Selatan H Arifin Azis, yang sudah lama tidak menjabat sejak tahun 1994 – 2021. Dalam draft surat tersebut juga ada tanda tangan pihak penjual H. Munajat Kurtubi dan pihak pembeli Teteng Djedjen dan mantan Kades Arifin Aziz.
Atas kejadian penyerobotan tanah tersebut, maka Syaiful melapor ke Polres Kabupaten Bogor , hingga pihak Polres Bogor menindak lanjuti laporan tersebut.
Namun pada tanggal 5 Februari 2022, muncul surat panggilan dari PTUN Bandung dengan surat panggilan No 127 / G / 2021 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ( PTUN). Surat memanggil Nadya Adilla Putri disebut terkait pihak ketiga, dengan penggugat H Djedjen Teteng melawan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor.
Pada kesempatan ini Nadya Adilla Putri memberikan kuasa kepada H. Abd. Rahim Hasibuan SH, MH & Partners Advokat / Pengacara. Sedangkan Djedjen Teteng menyerahkan kuasa kepada DR . H. Yusuf Asyid, SH. MH & Rekan, Advokat/Pengacara.
Menanggapi hal ini, Saksi Ahli Zaenal Mutaqin, Dosen Luar Biasa di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, sebagai ahli dalam bidang Hukum Administrasi Negara yang dihadirkan oleh kuasa penggugat, mengatakan peradilan ini tidak dapat dilakukan di PTUN , tetapi harus di peradilan umum.
“Karena ada beberapa hal yang tidak dapat dilakukan di Peradilan Tata Usaha Negara,” jelas Zaenal Mutaqin di persidangan PTUN Bandung.***