SOREANG, Balebandung.com – Anggota DPRD Kabupaten Bandung Riki Ganesa menyatakan, Raperda tentang Perlindungan Mata Air merupakan Raperda murni prakarsa dari DPRD Kabupaten Bandung atau sebagai Raperda inisiatif. Kemudian Raperda tentang Retribusi Tenaga Kerja Asing dan Raperda tentang Ketahanan Pangan Keluarga, kedua Raperda ini usulan dari eksekutif.
“Alhamdulillah selama proses perjalanan kita di DPRD Kabupaten Bandung, lumayan produktif. Walaupun selama 2,5 tahun, kita terhambat oleh Covid-19 kinerja kedewanan, tetapi ketika berbicara produk-produk hukum dan regulasi, kita maksimal. Dan tentunya, produk-produk hukum itu melewati beberapa tahap yang diamanatkan dalam Undang-Undang No 12 tahun 2013 junto Undang-Undang No 13 tahun 2022. Jadi enggak ada ya, disinyalir misalnya Perda Kabupaten Bandung rawan class action dan lain sebagainya karena kita melalui tahapan-tahapan yang ditetapkan sesuai aturan yang ada,” tutur Riki Ganesa kepada wartawan di Gedung DPRD Kabupaten Bandung di Soreang.
Riki Ganesa pun mengungkapkan, terkait dengan Raperda tentang Restribusi Tenaga Kerja Asing itu sangat penting di Kabupaten Bandung.
Riki menerangkan Raperda tentang Ketahanan Pangan Keluarga, bahwa keluarga sebuah unit kecil masyarakat sebagai amanat Tuhan yang ada hak-haknya. “Hak hidup, hak tumbuh kembang, hak pendidikan, hak perlindungan, hak partisipasi serta menjalankan kehidupan secara wajar,” tuturnya.
Kemudian, kata dia, bahwa perkembangan sosial budaya, teknologi informasi telah menggeser nilai-nilai di masyarakat dan berpengaruh terhadap tatanan di dalam keluarga.
“Nah kita munculnya Raperda ini dalam rangka itu. Jadi, menjaga nilai-nilai yang akan berpengaruh dari sosial media, informasi teknologi dan lain sebagainya, dari hal itu bisa berjalan semestinya dan berjalan secara maksimal,” tuturnya.
Ditambahkan Anggota DPRD Kabupaten Bandung Acep Ana mengatakan, Raperda tentang Restribusi Tenaga Kerja Asing sangat penting untuk menambah PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Bandung.
“Raperda tentang Restribusi Tenaga Kerja Asing itu juga untuk mengontrol sejauh mana tenaga kerja asing yang masuk ke kita (Kabupaten Bandung). Jangan sampai ada tenaga kerja asing yang bekerja di kita, tapi sama sekali kita tidak bisa mengidentifikasi tentang identitas tenaga kerja asing yang ada di Kabupaten Bandung,” kata Acep Ana.
Dikatakan Acep Ana, ada hal-hal kewajiban yang harus diberikan oleh tenaga asing itu untuk mendongkrak PAD Kabupaten Bandung.
“Kemudian yang sangat penting juga, jangan sampai memproteksi tenaga-tenaga kerja yang ada di Kabupaten Bandung. Kalau seandainya tenaga kerja kita di Kabupaten Bandung mampu, kenapa kita harus mengambil tenaga kerja asing,” katanya.
Nanti, imbuh Acep Ana, hal-hal yang disampaikan dalam Raperda itu, yang akan dikawal adalah mengoptimalkan dulu tenaga kerja yang ada di Kabupaten Bandung.
“Sebelum mengambil tenaga kerja asing. Jadi ada proteksi, pemerintah hadir untuk memproteksi karena di Kabupaten Bandung juga banyak juga pengangguran-pengangguran. Jadi ada spesialisasi mana yang menggunakan tenaga kerja asing dan mana yang bisa dikerjakan tenaga kerja Kabupaten Bandung. Itu yang penting,” tandasnya.
Disamping penting untuk PAD Kabupaten Bandung, kata Acep Ana, ada proteksi bagi tenaga kerja asing tersebut, supaya lebih mengutamakan tenaga kerja asal Kabupaten Bandung.
Acep Ana menyebutkan, potensi PAD dari Restribusi Tenaga Kerja Asing itu mencapai Rp 4 miliar. “Untuk membuat Raperda itu hasil kesepakatan antara legislatif dengan eksekutif. Tapi ada yang menginisiasi, yaitu apakah dari DPRD atau dari Bupati Bandung. Kebetulan untuk tenaga asing ini dari Disnaker atau dari Bupati Bandung yang merupakan pihak eksekutif,” tuturnya.
Acep Ana menyebutkan, bahwa pihaknya sudah melakukan pendalaman terhadap OPD pengusung yaitu Disnaker. “Potensi PAD-nya hampir Rp 4 miliar. Kalau ini tidak dipetakan, akan kehilangan potensi untuk mendongkrak PAD Kabupaten Bandung,” katanya.
Disatu sisi, kata dia, Pemerintah Kabupaten Bandung sangat besar pengeluaran, bagaimana kebutuhan kedepan sehingga harus meningkatkan pendapatan. “Salah satunya akan mengatur tenaga kerja,” katanya.
Ada asumsi, kata dia, Raperda yang dibuat itu instan, padahal tidak seperti itu. Misalnya, Raperda Restribusi Tenaga Kerja Asing yang lagi berproses, setelah melakukan berbagai hal untuk pendalaman Raperda tersebut.
“Kita sudah melakukan kajian naskah akademik, dan melakukan hal lainnya. Prosesnya bisa enam bulan, hingga setahun,” katanya.
Karena DPRD sebagai penampung aspirasi masyarakat, katanya, bagaimana kebutuhan masyarakat di daerah, terkait kepentingan Raperda itu.
Acep Ana juga mengungkapkan Raperda tentang Perlindungan Mata Air karena berdasarkan letak geografis di Kabupaten Bandung itu cukup banyak sumber mata air bahkan berlimpah.
“Sekarang itu sumber mata air ada yang milik pribadi atau milik lainnya, sehingga kita atur melalui Raperda tersebut. Kemudian konsumsinya untuk masyarakat seperti apa, kita pastikan supaya masyarakat ketika mengkonsumsi air bersih dari sumber mata air itu aman. Bagaimana pipanisasinya kita atur itu,” katanya.
Melalui Raperda itu, kata Acep Ana, memberlakukan mata air itu misalnya ini milik pribadi dan ini milik kelompok dan sebagainya. “Tapi optimal manfaatnya untuk masyarakat,” katanya.
Acep Ana juga turut menyikapi Raperda tentang Ketahanan Pangan Keluarga. Ia menyebutkan jika keluarga kuat, dan harmonis, otomatis, lingkungan, kabupaten dan Indonesianya akan kuat.***