BANDUNG – Hutan konservasi yang ada di Jawa Barat dan dikelola BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam) Jawa Barat yang sebagian besar berada di hulu DAS Citarum harus dilestarikan. Sebab selama ini hutan konservasi tersebut berperan penting dalam menyediakan beragam jasa ekosistem seperti air bersih, biodiversitas, wisata alam, serapan karbon dan sebagainya. Agar fungsi dan manfaat hutan konservasi tersebut berjalan berkelanjutan, maka manajemen hutan konservasi harus ditingkatkan.
Peningkatan kapasitas manajemen hutan konservasi, pengelolaan lanskap produksi di lahan milik sekitar hutan konservasi, serta pengembangan mekanisme imbal jasa lingkungan (payment for ecosystem services) dari hutan konservasi menjadi fokus dari GEF (Global Environment Facility) dalam pemberian hibah (grant) Proyek CWMBC (Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation) melalui ADB (Asian Development Bank) kepada BBKSDA Jabar yang dilaksanakan sejak 2013 dan akan berakhir tahun 2016 ini. Dengan akan berakhirnya proyek tersebut, ADB melaksanakan evaluasi terhadap kinerja dan output yang dicapai Proyek CWMBC.
“Evaluasi dilakukan dalam bentuk Focus Discussion Group Terminal Evaluation Report (FGD TER), di mana kita mengevaluasi secara menyeluruh terhadap implementasi proyek CWMBC yang dijalankan di Taman Buru Masigit Kareumbi, Cagar Alam Gunung Tilu dan CA/TWA Kamojang,” terang konsultan ADB Dr Hikmat Ramdan usai FGD di Hotel Maxone Bandung, Jumat (29/4/16).
Hikmat yang juga dosen di SITH ITB ini mengamati proses FGD berjalan dinamis dan konstruktif. Ia mengapresiasi antusiasme peserta FGD yang tidak beranjak dan memenuhi ruang FGD sejak awal sampai akhir acara.
“Keseriusan ini tentunya menjadi penilaian tersendiri bahwa proyek tersebut masih dibutuhkan untuk masa yang akan datang, begitu pendapat umumnya peserta yang hadir,” ungkap Hikmat.
Kepala BBKSDA Jawa Barat Dr Sylvana Retina mengungkapkan proyek ini cukup memberikan manfaat untuk peningkatan kinerja manajemen kawasan konservasi di tingkat tapak dan peningkatan kesejahteran masyarakat sekitarnya melalui MDK (Model Desa Konservasi) yang telah diimplementasikan.
“MDK yang dirintis perlu terus dilanjutkan eksisistensinya sebagai alternatif pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan konservasi, sehingga tekanan terhadap hutan berkurang,” kata Sylvana.
Senada dengannya, Kasubdit Lahan Basah dan Taman Kehati BPEE KLHK Dr Cheryta Yunia meminta capaian proyek CWMBC terutama MDK agar terus dilanjutkan eksistensinya oleh masyarakat dan bahkan bisa diperluas untuk diimplementasikan di desa-desa sekitar hutan konservasi lainnya yang ada di Jawa Barat.
Cheryta menjelaskan bahwa capaian-capaian proyek CWMBC akan menjadi lesson learned yang penting untuk meningkatkan kinerja manajemen kawasan konservasi seperti MIS (Management Information System) biodiversitas, MDK, plot restorasi ekosistem, PES adalah beberapa kontribusi proyek CWMBC terhadap BBKSDA Jabar. Namun demikian Cheryta mengakui tingkat capaian tersebut bervariasi hasilnya.
“Evaluasi yang dilakukan ADB melalui konsultannya Dr Hikmat Ramdan sangat penting untuk memotret secara komprehensif proyek sebagai bahan perbaikan selanjutnya, “ungkap Cheryta.
Di dalam sesi diskusi yang berjalan dinamis dan difasilitasi oleh Dr Endang Hernawan dari SITH ITB, peserta FGD mengungkapkan berbagai capaian dan permasalahan proyek. Sebagai contoh MDK berhasil mengajak masyarakat perambah untuk tidak merambah lahan hutan lagi dengan melakukakan beberapa kegiatan ekonomi produktif di lahan masyarakat sekitar hutan konservasi yang menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat dan ramah lingkungan, seperti usaha pembibitan pohon, budidaya kopi, pembuatan pupuk organik dan kompos, pengelolaan air bersih, gula aren, ternak ayam kampung dan bebek, serta kripik kentang.
Peserta FGD pun menilai bahwa desain proyek cukup menjawab masalah yang terjadi di lapangan. Namun demikian, di dalam implementasinya masih terdapat beberapa kendala yang terkait dengan dengan koordinasi dan komunikasi antar pihak, ketepatan jadwal proyek, serta keberlanjutan aktifitas yang telah dilakukan pasca proyek CWMBC ini. Tentunya masalah-masalah tersebut diharapkan tidak akan terjadi lagi di masa mendatang.
FGD ini dihadiri lebih 60 peserta dari kelompok masyarakat desa konservasi (MDK), fasilitator desa, kepala desa, counterparts CWMBC BBKSDA, tenaga ahli perusahaan konsultan, individual consultants CWMBC, dan Direktorat Bina Pengelolaan Eksosistem Esensial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPEE KLHK).