BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memberikan sertifikat akreditasi kepada 702 sekolah setingkat SMA/SMK/MA di seluruh Jawa Barat.
Dalam acara Pembagian Sertifikat Akreditasi SMA/SMK/MA Negeri dan Swasta se-Jabar di Aula Ki Hajar Dewantara Kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat di Jl. Dr. Radjiman No. 6, Kota Bandung, Jumat (5/1/18), Gubernur bilang dirinya ingin Jawa Barat bukan sekadar dapat bonus demografi terbanyak, namun juga berkualitas.
“Kita beharap akreditasi jangan sekadar ceremony. Tapi bagian dari cara kita meningkatkan kualitas dan kuantitas SMA/SMK kita, sehingga Jawa Barat tidak hanya memiliki bonus demograsi paling banyak, namun juga berkualitas,” harap Aher.
Pada kesempatan ini, secara simbolis Aher menyerahkan sertifikat kepada empat SMA/MA yang mendapat nilai akreditasi tertinggi, yaitu:
1. SMAN 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat,
2. SMAS Assalam Dayeuhkolot Kabupaten Bandung,
3. SMAN 24 Kota Bandung, dan
4. SMAS Alloysius 1 Kota Bandung.
Sementara untuk empat SMK yang mendapat nilai akreditasi tertinggi, yaitu:
1. SMKS Bela Nusantara Kabupaten Cianjur,
2. SMKN 1 Kabupaten Ciamis,
3. SMKN 1 Kabupaten Garut, dan
4. SMKS Pasundan Kabupaten Cianjur.
Berdasar data, jumlah SMA di Jawa Barat mencapai 1.557 sekolah, 498 SMA Negeri (SMAN) dan 1.079 SMA Swasta (SMAS). Jumlah total SMK ada 2.854 sekolah, 279 SMK Negeri (SMKN) dan 2.575 SMK Swasta (SMKS). Sementara MA jumlah total ada 1.117 sekolah, 77 MA Negeri dan 1.040 MA Swasta. Jadi, jumlah total SMA/SMK/MA di seluruh Jawa Barat sebanyak 5.548.
Status Akreditasi SMK dilihat dari program keahlian (data BAN SM, 2016): 60,7% terakreditasi A; 38,1 terakreditasi B, dan 1,1% terakreditasi C. Sementara jumlah SMK yang terakreditasi pada 2017 seluruhnya 436 sekolah, diantaranya 82 SMK Negeri dan 354 SMK Swasta.
Kemudian Status Akreditasi SMA dilihat dari program keahlian (data BAN SM, 2016): 36% terakreditasi A, 27% terakreditasi B, dan 1% terakreditasi C. Sementara jumlah SMA/MA yang terakreditasi pada 2017 seluruhnya 264 sekolah, diantaranya 89 SMA Negeri, 112 SMA Swasta, dan 63 MA Swasta.
Akreditasi ini akan menentukan sejauhmana kualitas penyelenggaraan pendidikan. Hal ini akan berdampak pada kualitas lulusan dan menentukan pilihan sekolah masyarakat. Untuk itu, Aher pun meminta seluruh SMA/SMK/MA yang ada di Jawa Barat melakukan akreditasi pada 2018, khususnya bagi sekolah-sekolah yang belum pernah melakukan akreditasi.
“Oleh karena itu, sekitar 80 persen lebih semua SLTA di Jawa Barat sudah diakreditasi, tinggal 20 persen lagi akan diselesaikan di 2018,” kata Aher.
Kepala Badan Akreditasi Provinsi (BAP) Jawa Barat Udin Saud dalam laporannya mengatakan, bahwa penyerahan sertifikat akreditasi ini merupakan pertama kalinya diserahkan oleh Gubernur Jawa Barat. “Ini menunjukkan kepedulian dan perhatian Bapak Gubernur terhadap mutu pendidikan di Jawa Barat,” ujar Udin.
Ada empat hal berbeda dalam penilaian akreditasi mulai 2017, yaitu:
Pertama, pelaksanaan akreditasi mengacu pada penilaian akreditasi bermutu untuk mewujudkan pendidikan bermutu di Jawa Barat. Kedua, akreditasi menggunakan format baru yang memotret mutu penyelenggaraan satuan pendidikan di seluruh jenjang dari SD hingga Pendidikan Menengah. Ketiga, inovasi akreditasi mulai menggunakan teknologi dengan Sispena (Sistem Penilaian Akreditasi) yang melibatkan Asesor, pihak sekolah, dan BAP. Keempat, sistem scoring. Sebelumnya, nilai akreditasi C (56-70), B (71-85), A (86-100). Saat ini, skor C (71-80), B (81-90), dan A (91-100).
Pada 2017, berdasarkan alokasi dari BAN (Badan Akreditasi Nasional) dan BAP Jawa Barat, ada sebanyak 4.092 sekolah/madrasah diakreditasi, tediri dari SD/MI sebanyak 2.350 sekolah, SMP/MTs sebanyak 810 sekolah, SMA/MA sebanyak 264 sekolah, dan SMK sebanyak 668 sekolah. Sumber anggaranya ada yang berasal dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD kabupaten/kota, serta anggaran Kementerian Agama pusat dan kantor wilayah provinsi.
“Dari 4.092 sekolah, ada empat sekolah yang belum terakreditasi, yaitu satu SD di Majalengka yang tergusur dari pembuatan bandara. Sampai sekarang setelah digusur tidak diapa-apakan, sehingga ketika dicek kenapa dibiarkan saja karena mungkin bisa mendapat perhatian, lalu dua SMK di Majalengka, dan satu di Kabupaten Sukabumi karena belum memenuhi persyaratan administratif,” urai Udin.[]