
CILEUNYI – Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan menyarankan sekolah dan kalangan pendidikan tidak hanya menitikberatkan kiprah di bidang pengajaran semata (hard skill). Namun dengan segala energi positifnya, justru harus dapat menumbuhkembangkan aspek soft skill bagi siswa didik.
Menurut Aher, semua dinamika pemasalahan pendidikan yang mengemuka saat ini yakni lemah dalam karakter dan prilaku yang hanya bisa diatasi oleh soft skill, bukan semata oleh pengajaran yang bersifat teknis di kelas.
“Tidak hanya hard skill (pengajaran), sekolah saat ini wajib tumbuhkan soft skill untuk wujudkan sekolah ramah bagi siswa dan guru. Ini tiada lain kecuali kedepankan aspek yang terkait kedewasaan emosional dan prilaku,” kata Aher saat jadi narasumber seminar pendidikan di SMP Laboratorium Percontohan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Kampus Cibiru, Kabupaten Bandung, Senin (14/11/16).
Soft skill, terang Aher, akan menciptakan empati sesama, saling memahami, sopan santun, terbuka dan mudah beradaptasi. Di luar pengajaran, nilai-nilai inilah yang harus dikembangkan kepada siswa.
Seminar pendidikan ini rutin dilaksanakan UPI Kampus Cibiru dan kali ini diikuti ratusan peserta terdiri dari orang tua murid, civitas sekolah dan para siswa. Sekolah Laboratorium Percontohan UPI sejak pendiriannya mengusung kredo Sekolah Adiwiyata yang berbasis simple research dan berkarakter.
Berlokasi di Jalan Pendidikan, Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, sekolah ini sangat asri dan jauh dari kebisingan juga hiruk pikuk.
“Semoga dengan kawasan yang sangat mendukung ini juga, maka kiprah UPI sebagai leading sector pencetak tenaga pendidik berkualitas dapat tercipta sekaligus mampu menjadikan sekolah ini sebagai alternatif sekolah unggulan di kawasan Bandung Timur,” ucap Aher.
Penekanan soft skill ini sudah berulang ditegaskan sebelumnya oleh Gubernur Aher, seperti dalam Een Sukaesih Award 2016 Anugerah Guru Inspiratif Jawa Barat, di Gedung Sate, awal Mei 2016.
Menurut Aher, secara umum, pendidikan Indonesia masih mengandalkan hard skill sehingga murid dihargai kecerdasannya dalam pemikiran saja sehingga tidak menyeluruh.
“Ada seorang anak tidak suka matematika, namun di sisi lain dia cerdas secara pergaulan. Kecerdasan haruslah berbicara pemahaman dalam urusan kehidupan. Merekalah yang seimbang soft skill dan hard skill nya,” tuturnya.
Bila terus menekankan hard skill, malah tidak bisa bergaul dengan sesama manusia yang lain. Pada akhirnya, pendidikan bisa menghasilkan manusia arogan, merasa pintar, dan tidak pernah menghargai manusia lain.
“Hard skill hebat tapi soft skill tidak. Padahal manusia harus punya kemampuan hidup harmonis dengan manusia lain. Egaliter, tawadhu, empati, dan kemampuan bahagia saat membahagiakan orang lain,” pungkas Aher.