BANDUNG – Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung membacakan putusan gugatan Walhi dan Pawapeling dengan nomor perkara No 178/G/2015/PTU-Bdg. Gugatan yang didaftarkan oleh Koalisi Melawan Limbah yang terdiri dari Walhi, Greenpeace, Pawapeling, dan LBH Bandung pada 21 Desember 2016 di PTUN Bandung itu dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung. Majelis hakim yang dipimpin Nelvy Christin, SH, MH sebagai ketua dan H. Husban, SH, MH serta Sutiyono SH, MH sebagai anggota membacakan amar putusan secara bergantian selama hampir 2 jam, Selasa (24/5/16).
PTUN Bandung bukan hanya memutus pokok perkara membatalkan sekaligus memerintahkan Bupati Sumedang untuk mencabut Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Sempur Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT Kahatex tertanggal 7 Juli 2014, Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014 tentang Izin tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT Five Star Texile Indonesia tertanggal 30 Januari 2014, Surat Keputusan Bupati Sumedang Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tentang Izin tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing di Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang Kepada PT Insan Sandang Internusa.
Lebih dari itu juga PTUN melalui Penetapan Majelis Hakim Nomor 178/G/2015/PTUN-BDG tanggal 24 Mei 2016 meyatakan penundaan pelaksaan keputusan Bupati Sumedang terkait izin pembuangan limbah cair PT Kahatex, PT Five Star Texile dan PT Insan Sandang Internusa.
Dalam salah satu pertimbangannya Majelis Hakim menilai SK yang dikeluarkan Bupati Sumedang tentang izin pembuangan menyalahi aturan hukum dan tidak memperhatikan aspek kehati-hatian sebagai pejabat publik.
“Walaupun izin yang dikeluarkan Bupati Sumedang disertai dengan dokumen lingkungan hidup, tapi dalam dokumen lingkungan hidup tersebut tidak disertai dengan kajian tersendiri tentang dampak pembuangan limbah cair terhadap ikan, hewan, tanah dan kesehatan masyarakat. Oleh karena tidak ada kajian seperti disebutkan di atas, maka tidak dapat dievaluasi beban pembuangan air limbah ke Sungai Cikijing,” tandas Ketua Majelis Hakim Nelvy Christin, SH, MH.
Hakim pun memeriksa ex-tum fakta-fakta yang terungkap di persidangan termasuk bukti tertulis, dan juga melakukan pemeriksaan setempat di Sungai Cikijing diperoleh fakta bahwa kandungan bahan pencemar Sungai Cikijing telah melampaui baku mutu pencemaran air.
Menanggapi putusan ini, Direktur Eksekutif Nasional Walhi Yaya Nur Hidayati menegaskan, putusan ini sangat jelas dan tegas bahwa 3 perusahaan yakni PT Kahatex, PT Five Star Texile dan PT Insan Sandang Internusa sejak putusan ini selesai dibacakan, tidak boleh lagi membuang limbah cair ke Sungai Cikijing yang merupakan hulu dari Sungai Citarum.
“Jika mereka masih melakukan aktifitas pembuangan, maka itu merupakan kegiatan ilegal. Pemerintah dalam hal ini penegak hukum harus memastikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara ini ditaati oleh korporasi walaupun belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap,” tandas Yaya.
Putusan ini menurutnya sekaligus jadi momentum pemerintah untuk melakukan review kebijakan pemberian izin pembuang limbah bagi perusahaan, sekaligus memperbaiki tata kelola lingkungan hidup. Dibutuhkan kemauan dan keberanian pemerintah khususnya Bupati Sumedang dan aparat terkait untuk menjalankan perintah putusan PTUN ini.
Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, Ahmad Ashov menyayangkan kecilnya perhatian pemerintah terhadap hulu Sungai Citarum. Padahal jika ditelusuri banyak sungai yang bermuara ke Sungai Citarum mengandung zat berbahaya termasuk B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
“Putusan pengadilan ini harus menjadi pintu masuk perubahan kebijakan industri untuk selalu berinovasi menuju produksi bersih, dan pemerintah untuk memperkuat kebijakan dalam melindungi masyarakat dan lingkungan dari ancaman limbah B3,” tegas Ashov.
Menurutnya, permintaan konsumen global untuk produk fesyen yang bertanggung jawab semakin kuat, dan oleh karena itu tidak akan ada lagi tempat bagi praktik industri yang tidak bertanggungjawab di masa depan. Nol pembuangan B3 menjadi kunci di masa depan.
Sedangkan Adi M Yadi dari Pawapeling selaku penggugat menyatakan putusan pengadilan adalah kemenangan rakyat untuk melindungi lingkungan. Pencemaran limbah industri yang sudah berlangsung lebih dari 20 tahun dibiarkan dan tidak ada upaya hukum apapun dari pemerintah. “Kemenangan ini adalah untuk melawan perusak lingkungan,” ujar Adi.
Sementara Kuasa Hukum dari LBH Bandung, Dhanur Santiko, SH., meminta agar semua pihak mematuhi putusan pengadilan karena dalam penetapan nomor 178/G/2015/PTUN-BDG tanggal 24 Mei 2016 menyatakan penundaan pelaksaan keputusan Bupati Sumedang terkait izin pembuangan limbah cair PT Kahatex, PT Five Star Texile dan PT Insan Sandang Internusa.
“Sedari awal kami menyakini bahwa izin tersebut bertentangan dengan peraturan hukum dan mencemari Sungai Cikijing. Supaya tidak tambah tercemar para tergugat harus memastikan tidak akan membuang limbah cair ke Sungai Cikijing,” kata Dhanur.