MAJALAYA – Pagar tembok keliling seputar Alun-alun Majalaya mulai dibongkar, Sabtu (19/8/17). Menandakan dimulainya revitalisasi kawasan alun-alun agar bisa tampil beda sesuai fungsinya sebagai ruang publik.
Bicara Alun-alun Majalaya tak bisa dipisahkan dari sosok bangunan Masjid Agung (Kaum) Majalaya yang merupakan bangunan heritage yang punya nilai sejarah dan estetika adiluhung. Hanya Majalaya kota setingkat kecamatan yang mempunyai Masjid dengan arsitektural yang masuk kategori bangunan kuno, karena dibangun di jaman kolonial sebagai hasil swadaya para inohong Majalaya saat itu.
Dalam konsep penataan alun-alun ada konsep tradisi Sunda yang bisa dijadikan pedoman, yaitu Satria Lalaku di mana bangunan masjid mewakili “masa lalu” (wanci kamari) dan alun-alun sebagai area “masa kini” (wanci kiwari), adapun di bidang tanah eks kantor kecamatan bisa dibangun sarana “masa yang akan datang” (wanci isuk).
Artinya ada kesinambungan 3 komponen bangunan yang mewakili proses sebuah perjalanan sejarah yang berkarakter jelas purwadaksina. Alun-alun harus didesain sedemikian rupa sebagai ruang publik yang mixed use artinya multi fungsi, selain sebagai RTH (Ruang Terbuka Hijau), juga merupakan perluasan halaman masjid yang berfungsi untuk kegiatan keagamaan, seperti shalat Idul Fitri dan Idul adha, juga tempat diadakannya berbagai kegiatan kepemerintahan seperti upacara dan event berbagai komunitas di Majalaya seperti olah raga dan pagelaran.
Desain infrastruktur di ruang publik ini tentu harus ramah bagi kaum disabilitas sebagai standar utilitasnya. Jangan dilupakan juga, alun-alun harus bisa berfungsi sebagai Titik Kumpul (assembly point) di saat terjadi bencana, sehingga faktor elevasi harus menjadi dasar pemikiran agar terhindar dari genangan banjir bandang yang menjadi agenda rutin di Majalaya.
Adapun lahan eks kantor kecamatan bisa dijadikan sebagai Graha Majalaya di mana di tempat itu sejarah Distrik Majalaya yang termuat dalam naskah “Pararatoe Noe Soemare di Distrik Majalaya” bisa dipelajari dihubungkan dengan nilai-nilai lansekap budaya sekitar Majalaya yang begitu kaya dengan situs-situs peninggalan tempoe doeloe, termasuk peranan William Van Kadda yang konon sebagai orang pertama membangun Kota Majalaya.
Tak lupa juga sebagai museum dengan berbagai artefak dunia tekstil sejak jaman baheula bisa di-display sebagai bagian dari sisi edukasi. Sebagian ruangan bisa dijadikan sebagai Majalaya Bisnis Center, di mana berbagai produk bisa dipamerkan dan sekaligus dipasarkan baik tingkat lokal maupun internasional dengan menggunakan fasilitas IT yang modern sebagai wujud implementasi “wanci isuk nu bakal datang”. Tak salah juga kalau ada ruang yang bisa disewakan untuk kegiatan masyarakat, seperti resepsi pernikahan, sehingga proses akad nikah di masjid bisa langsung pestanya di gedung ini.
Melihat gambar (pra) desain Alun-alun Majalaya yang didapat dari teman, kiranya perlu diadakan sosialisasi di kalangan para pemuka masyarakat, agar berbagai masukan dapat diakomodir sehingga tak berkesan pemerintah teh mawa karep sorangan, sekedar memenuhi aspek beautifikasi kosmetika semata, komo mun saukur asal jadi mah….mudah-mudahan saluyu sareng kahoyong warga Majalaya. by Denni Hamdani