BANDUNG – Curug Jompong yang menghadang aliran Sungai Citarum di wilayah Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung, dipastikan tidak bakal dipangkas atau disodet seperti yang selama ini ramai jadi polemik.
Kepastian itu disampaikan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC) Direktorat Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) Yudha Mediawan. Yudha menyatakan Kementerian PU telah menyetujui pembangunan terowongan air dan pintu air, untuk mengalirkan arus Citarum ke Waduk Saguling sehingga muka air sungai itu turun terutama pada saat musim hujan atau banjir.
“Sudah disetujui Menteri PU akan dibuat pintu air dan terowongan, tanpa harus mengganggu keberadaan Curug Jompong. Jadi Curug Jompong-nya tidak akan disodet,” ungkap Yudha kepada Balebandung.com, saat ditemui di Kantor BBWSCit, Jl. Inspeksi Cidurian STA 5600 Soekarno Hatta, Bandung, Selasa (5/4/16).
Terowongan air yang dimaksud panjangnya 300-500 meter di Curug Jompong dengan dilakukan penyodetan hingga Waduk Saguling. “Penyodetan ini tidak akan sampai mengganggu Curug Jompong-nya sendiri dan insya Allah, tahun ini tereraliasi karena Pak Menteri (PUPR) minta segera,” ujarnya.
Menurut Yudha, di Curug Jompong itu awalnya direncanakan untuk dipangkas agar aliran air Sungai Citarum mengalir lebih cepat menuju Bendungan Saguling. Seiring berkembangnya kontroversi dan polemik, belakangan opsi itu batal dan diganti dengan membangun terowongan.
Yudha mengatakan banjir yang terjadi di Sungai Citarum bukan melulu disebabkan meluapnya sungai, tapi terjadi karena disumbang oleh perubahan gradien atau kemiringan sungai yang menyebabkan alirannya melambat.
“Masalah banjir itu kan muka air di Citarum gak turun dari aliran air anak-anak sungai itu. Kalau bahasa sederhananya itu gak ngalir ke Citarum, tapi yang ada malah ngantri atau bahkan airnya balik lagi saat sampai Citarum,” kata dia.
Yudha menambahkan, terowongan di Curug Jompong yang akan dibangun di lokasi antara Nanjung dan Curug Jompong bisa menurunkan muka air banjir Sungai Citarum dari 450 sentimeter menjadi 45 sentimeter.
“Tapi terowongan itu hanya dipakai ketika air tinggi, air banjir. Kalau muka air normal ditutup, aliran air tetap melalui Curug Jompong,” jelasnya.
Menurut Yudha, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menjanjikan akan mencarikan anggaran membangun terowongan itu dalam pembahasan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan nanti. Agar pembangunan bisa langsung dikerjakan tahun ini, model tender pembangunan terowongan tidak menunggu desainnya selesai dari ITB.
Yudha mengatakan pembangunan terowongan itu akan diperkirakan memakan waktu tiga tahun karena harus menembus struktur batu keras di Curug Jompong. Dalam tiga tahun itu, berbarengan dengan konstruksi kolam retensi di Cieunteng, yang saat ini sudah mulai pada tahap pembebasan lahan.
“Minimal kontrak pembangunan terowongan Curug Jompong kita lakukan tahun ini, sehingga ada jaminan keberlanjutan berikutnya,” kata Yudha.
Seperti di beritakan Balebandung.com, sebelumnya Yudha menuturkan, sedikitnya ada tiga infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengendalikan banjir tahunan di Sungai Citarum, selain melakukan pengerjaan normalisasi tubuh sungai itu. Yaitu kolam retensi di Cieunteung di Kabupaten Bandung, floodway untuk membagi aliran Sungai Cisangkuy di Cisaranten, serta terakhir mempercepat aliran Sungai Citarum di Curug Jompong.
Menurut Yudha, luasan areal banjir saat ini tercatat menembus 650 hektare. Keberadaan kolam retensi di Cieunteung, misalnya, hanya mampu mengurangi luasan areal banjir menjadi 450 hektare sehingga infrastruktur lain seperti Floodway Cisangkuy dan terowongan air Curug Jompong sangat diperlukan.
Selama ini Curug Jompong dinilai sebagai situs sejarah geologi, laboratorium, dan monumen bumi dalam rangkaian sejarah bumi Bandung. Hingga kini keberadaan kealamiahan Curug Jompong relevan digunakan sebagai lokasi studi lapangan ilmu-ilmu kebumian.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono saat meninjau lokasi banjir Baleendah-Dayeuhkolot pada 13 Maret 2016 menyatakan pihanya mkenunggu hasil kajian Badan Litbang, bahwa kalau memang benar Curug Jompong menjadi kendala utama untuk pengendalian banjir akibat luapan air Sungai Citarum, maka pihaknya harus memutuskan.
“Tapi dengan mengingat Curug Jompong ini masih dianggap sebagai situs geologi, saya harus memelihara itu. Salah satu alternatifnya, kita bikin terowongan untuk menambah kapasitas aliran air yang lewat Curug Jompong ini,” kata menteri. Tanpa menambah kapasitas aliran air itu, kata Basuki, kita tidak bisa menanangani masalah banjir di hulu Citarum.
Bupati Bandung Dadang M Naser mengatakan kalau melihat banjir lebih parah di tahun ini, dalam penanganannya bukan sekadar pembuatan polder banjir atau embung-embung yang dibutuhkan. Lebih dari itu menurutnya soal Curug Jompong pun harus diperhatikan.
“Saat saya masih menjabat sebagai anggota DPRD Jabar dulu, Curug Jompong itu merupakan hal yang jadi permasalahan banjir di Baleendah, Dayeuhkolot dan Bojongsoang. Pengendalian air Sungai Citarum di Curug Jompong ini dievaluasi kementerian untuk dijadikan proyek di tahun 2017. Sehingga nantinya di Curug Jompong nanti dibikinkan pintu air pengendali . Kalau air Citarum sedang surut pintunya ditutup, sementara ketika ada air bah atau banjir bandang seperti kemarin, pintu air bisa dibuka, untuk disalurkan ke Waduk Saguling,” papar bupati saat mendampingi Menteri PUPR meninjau lokasi banjir. [iwa]