
SOREANG – BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Bandung mencatat dalam rentang Januari hingga Oktober 2016, kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Bandung mencapai 125 kasus. Sebanyak 88 kasus kekerasan menimpa anak-anak, kekerasan ini meliputi aksi pencabulan, perkosaan dan trafficking (penjualan manusia).
Rentetan kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan membuat miris Ketua P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak) Kabupaten Bandung, Hj.Kurnia Agustina Dadang M.Naser. Bagaimana tidak, sudah ada beberapa regulasi pemerintah yang menjaga dan melindungi perempuan dan anak tersebut, namun aksi kekerasan ini masih saja terjadi pada kelompok yang rentan ini.
“Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten Bandung yang mencapai 3,5 juta jiwa, 125 kasus mungkin dianggap kecil. Namun bagi saya, 1 kasus saja sudah terlalu banyak, apalagi hingga mencapai 125. Karena kasus kekerasan pada anak dan perempuan seperti fenomena gunung es. Apalagi korban kasus kekerasan biasanya enggan untuk melaporkan”, ungkap Kurnia Agustina saat menghadiri Roadshow (Kampanye) 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HKTP) Tingkat Pemerintah Kabupaten Bandung, di Patal Banjaran, Kecamatan Banjaran, Kamis (8/12/16).
Kurnia Agustina menegaskan, menangani kasus kekerasan tersebut tidak hanya dapat ditanggulangi dengan peraturan perundangan-undangan saja. Namun perlu diiringi komitmen bersama antar semua pihak, semua harus peduli.
“Jika ada kasus ini terjadi kepada orang lain, kita harus prihatin. Kita harus merasakan bagaimana jika kasus kekerasan itu menimpa keluarga kita sendiri. Sekecil apapun bantuan kita, akan sangat berharga untuk sang korban,” tegas Kurnia.
Menurut Nia, ketahanan keluarga memegang peran paling strategis untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kejahatan. Bila ketahanan keluarganya baik, kata Nia, maka anak tidak akan mencari kesenangan di luar rumah.
“Bila dalam satu keluarga tidak harmonis dan sering terjadi kekerasan fisik, maka lingkungan dan masyarakatlah yang harus ikut berperan menyelamatkan sang korban,” ucapnya.
Khusus menyoroti kasus kekerasan pada anak, Nia mengajak para orang tua harus ikut memastikan keamanan dan mengawasi pergaulan anak di lingkungannya sehari-hari. Ia juga meminta orangtua memantau sejauhmana penggunaan dan dampak gadget di tangan sang anak jika digunakan tidak secara bijak.
Tak kalah pentingnya, imbuh Nia, orangtua juga tidak boleh lupa mengajarkan anak-anaknya tentang pendidikan seks. Meski bagi sebagian besar masyarakat indonesia masih tabu dibicarakan, namun menurutnya edukasi tersebut sesuatu yang penting.
“Informasi-informasi yang tepat, yang diperoleh sang anak akan menjadi benteng dan mempersenjatai mereka dari ancaman kasus-kasus kekerasan seksual. Misalnya yang kerap terjadi akibat perkenalan melalui dunia maya,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala BKBPP Kabupaten Bandung, Hendi Ariyadi Purwanto, SH, M.Si mengatakan untuk memudahkan pelayanan masyarakat pihaknya akan membuka Pos Layanan Pengaduan khusus korban kekerasan di tingkat desa dan kecamatan. Di samping hal itu, pihaknya juga tetap melakukan upaya penyisiran ke daerah-daerah untuk terus mendapatkan informasi jika terdapat kasus kekerasan di Kabupaten Bandung.
Kendati demikian, dalam proses penanganan kasus-kasus ini, Hendi mengakui pihaknya tidak dapat kerja sendirian, butuh bantuan berbagai pihak. Kegiatan Roadshow, menurutnya bisa menjadi salah satu media dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap kewaspadaan ancaman kekerasan ini.
Hendi menyebutkan, berbagai unsur dilibatkan dalam kegiatan roadshow tersebut diantaranya unsur TNI, kepolisian, kecamatan, desa, BPD, LPMD, PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga), tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuda dan karang taruna. “Kita berharap melalui kegiatan ini, mereka dapat kembali mensosialisasikan anti kekerasan ini kepada masyarakat lainnya,” ucapnya.