JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR, dr Adang Sudrajat menyayangkan tindakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yang mengeluarkan kebijakan mengejutkan berupa per tanggal 25 Juli 2018 tidak menjamin atau menanggung tiga pelayanan kesehatan, yaitu katarak, persalinan bayi yang lahir normal, dan rehabilitasi medik.
Adang meminta agar pemerintah dapat mengintervensi agar kebijakan ini segera dianulir, sehingga tidak mengakibatkan keresahan pada sebagian besar masyarakat Indonesia.
Legislator daerah pemilihan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini menyatakan terjadi sebuah kesalahan besar pada penerbitan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik yang diterbitkan per 25 Juli 2018.
Menurutnya semua peraturan ini telah menimbulkan kegaduhan luar biasa, sehingga membuat banyak pihak harus turun tangan untuk meluruskannya.
“Saya melihat ada “missed match” pendapatan dengan pembayaran klaim yang membuat BPJS Kesehatan kelimpungan dalam pengaturan “cash flow-nya”. Keadaan ini terjadi berlarut-larut sehingga menimbulkan kepanikan pada jajaran manajemennya,”kata Adang, Sabtu (28/7/18).
Dokter Adang menambahkan, dalam suasana panik, sebuah organisasi bisa jadi kehilangan akal sehatnya. Bila ini sudah terjadi, maka muncullah kebijakan kontroversial yang membuat para peserta BPJS Kesehatan kehilangan sebagian hak pelayanan.
Menghilangkan hak jaminan atas persalinan normal menurutnya adalah keputusan yang “paradoks”. Sebab kebijakan ini diambil di tengah angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi yang masih tertinggi di antara Negara Asean. Kemungkinan besar AKB DAN AKI akan kembali meningkat bersamaan dengan keluarnya kebijakan ini apabila masih tetap diteruskan.
Politisi PKS ini mengatakan katarak juga merupakan penyakit yang banyak diderita oleh kelompok masyarakat miskin. Dengan menghilangkan jaminan pada pelayanan katarak, maka akan dapat menimbulkan sebuah gejolak pada masyarakat kalangan berkekurangan.
“Menghilangkan pelayanan kesehatan pada katarak merupakan kebijakan yang tidak bijak. Akibat yang ditimbukan adalah angka kebutaan karena katarak menunjukkan angka yang terus meningkat dari tahun-ke tahun yang akan datang”, beber Adang.
Ia mengatakan pelayanan fisioterafi memang di beberapa negara maju ada yang telah melepaskan dari layanan asuransi. Tapi legislator PKS ini meminta jangan pukul rata pada setiap orang maupun keadaan.
Beberapa layanan fisioterapi yang mampu mencegah seseorang dari cacat menetap tetap dibutuhkan, dan ini merupakan keadaan darurat. Ia mencontohkan seperti orang yang sembuh dari luka bakar luas kalau terjadi kontraktur (kekakuan), maka orang ini menjadi tidak produktif lagi.
“Saya menyarankan kepada pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bahwa perlu tindakan segera menutup “missed match” yang semakin hari makin membengkak. Tindakan yang perlu taktis dilaksanakan adalah dengan jalan menyuntikkan dana segar untuk normalisasi cash flow yang dimiliki BPJS Kesehatan” tandasnya.***