Bupati Bandung Ini Selamat Dari Berbagai Upaya Pembunuhan (5) Tamat

oleh
Bupati Bandung ke-10 RAA Martanegara. Repro by RA Garlika Martanegara.
Bupati Bandung ke-10 RAA Martanegara. Repro by RA Garlika Martanegara.
Bupati Bandung ke-10 RAA Martanegara. Repro by RA Garlika Martanegara.

BALEBANDUNG – Dalam otobiografi RAA Martanegara disebutkan bahwa sebab musabab terjadinya konflik ini adalah karena kelompok bangsawan Bandung tidak senang (teu ngeunah ati) mendapatkan bupati bukan berasal dari Bandung. Karena itu, RAA Martanegara masih perlu melegitimasikan kekuasaannya, meskipun secara legal-formal kekuasaannya sudah diakui.

Usaha-usaha RAA Martanagara meningkatkan kesejahteraan masyarakat, merupakan salah satu cara untuk mendapatkan legitimasi tersebut. Secara tidak langsung, proses melegitimasikan kekuasaan ini masih diteruskan setelah RAA Martanegara melalui karya-karya sastranya.

Konflik itu tidak berlangsung lama. Sejak persiapan percobaan pembunuhan hingga dihukumnya para pelaku yangj terlibat, hanya memakan waktu tujuh bulan (akhir Juni 1893 hingga Januari 1894). Setelah itu, RAA Martanegara memang memerlukan waktu untuk meredam akibat yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Keterlibatan emosional pehak Patih Bandung dapat dilihat dari cara percobaan pembunuhan yang kurang perhitungan sehingga kegagalan usaha itu harus ditebus dengan pengorbanan Patih Sumanagara dan kelompoknya, sekaligus keluarga mereka.

Patih Sumanagara bukan saja kehilangan jabatan patih, bahkan harus menjalankan pengasingan di Ternate hingga meniggal di sana. Penderitaan pun harus ditanggung keluarganya. Kaum priyayi Bandung dan para sahabat menjauhi keluarganya karena takut dituduh teribat kasus yang menghebohkan itu.

Istri Patih Bandung, Nyi Raden Rajapermas terpaksa memelihara lima putranya sendirian. Salah seorang putranya, Raden Dewi Sartika yang waktu itu duduk di sekolah ELS (Europeesche Legere School) kelas III, terpaksa berhenti sekolah. Untunglah ipar Patih Bandung yang menjadi Patih Cicalengka mau merawat dan mendidiknya, meskipun tidak diperlakukan sebagai anggota keluarga. Kehidupan pahit yang dialami putrinya itu, ternyata mendorong semangat si anak untuk maju dan kelak menjadi pelopor pendidikan wanita di Jawa Barat dan diangkat menjadi pahlawan nasional.

Baca Juga  Menristek Dikti Minta Akademisi Banyak Lahirkan Riset Aplikatif Citarum

Para pelaku lainnya yang terlibat dalam percobaan pembunuhan beserta keluarganya mengalami nasib serupa. Peristiwa ini kemudian menjadi bahan pembicaraan umum yang hangat di Bandung. Sebagai seorang pendatang, tentu saja hal ini menimbulkan ketidaktentraman bagi RAA Martanegara.

Ada beberapa cara yang dilakukannya untuk mengatasi hal itu. Pertama, ia menempatkan pasukan Sumedang di Soreang. Pangeran Sumedang sendiri bahkan setiap minggu datang ke Kabupaten Bandung untuk ikut membantu menyelesaikan persoalan itu. Tentu saja, pemerintah kolonial menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara mereka sendiri. Masalah belum selesai dengan dibuangnya komplotan yang melakukan percobaan pembunuhan itu.

Kedua, membuka dan memperbaiki hubungan dengan elit birokrasi di Bandung dengan cara-cara kompromistis, meskipun memakan waktu yang tidak sebentar. Cara kedua ini dimulai dengan membuka “Parukunan”, semacam sociteit pribumi yang berlokasi di bagian depan bangunan Kabupaten Bandung. Tempat ini kemudian disebut “Bale Kabudayaan Priangan”.

Para bangsawan Bandung sering diundang ke tempat ini untuk menikmati hiburan, misalnya menonton pertunjukan seni tari, sandiwara, dan ikut ngibing dengan diiringi gamelan. Dengan cara demikian, RAA Martanegara dapat membina hubungan baik dengan bawahannya yang asli Bandung.

Ketiga, ketika Raden Dewi Sartika, putri Patih Sumanagara meminta bantuan untuk mendirikan “Sakola Istri”, RAA Martanegara mendukung sepenuhnya dengan memberikan tempat di paseban kabupaten sebelah barat. Bisa diduga bahwa dengan cara ini RAA Martanegara secara tidak langsung menjalin hubungan baik dengan putri seorang yang hendak menyingkirkan dirinya dahulu. Usaha-usaha RAA Martanegara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, secara tidak langsung memberikan citra positif bagi dirinya.

Sebenarnya, upaya memperbaiki hubungan ini lebih dipermudah oleh adanya hubungan kekerabatan antara RAA Martanegara dan Bupati Bandung terdahulu. Misalnya, istrinya yang kedua adalah cucu Raden Adipati Wiranatakusumah III, Bupati Bandung ke-7. Kemudian, salah seorang putra RAA Martanegara, yaitu Raden Martahadisuria menikah dengan Raden Ajeng Kustoniah, cucu Bupati Bandung ke-8.

Baca Juga  Komunitas Pencinta Merpati Ciparay Dukung Gus Muhaimin Capres 2024

Usaha perbaikan hubungan ini dinilai berhasil. Sebab bila ia gagal, bukan tak mungkin akan timbul berbagai intrik danri kalangan elit politik Bandung untuk menggeser kedudukannya. Ternyata, RAA Martanegara berhasil mempertahankan jabatannya selama lebih dari 25 tahun. [Tamat]

Di-online-kan Dalam Rangka Memperingati Hari Jadi Kab Bandung ke-375, 20 April 2016.

Sumber :
– Garlika Martanegara
– Nina H Lubis, Konflik Elite Birokrasi; Biografi Politik Bupati RAA Martanagara

No More Posts Available.

No more pages to load.