JAKARTA – Peneliti Junior Centre for Information and Development Studies (CIDES) Bidang Kebijakan Publik Ridwan Budiman menilai DPR bersama dengan pemerintah perlu mempercepat pembahasan Revisi UU ITE jauh-jauh hari sebelum berlangsung Pemilu 2019.
Sebab, jika dibahas menjelang pemilu, dikhawatirkan pembahasan revisi ini sarat dengan transaksi politik yang tidak produktif, sebagai upaya untuk membungkam suara-suara kritis terhadap incumbent yang sedang berkuasa saat ini.
“Revisi UU ITE nomor 11 tahun 2008, telah masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016. Terlebih inisiatif revisi ini lahir dari pemerintah, dan tiap-tiap fraksi di DPR pun Senin kemarin telah menyampaikan Pandangan Umum-nya terkait hal ini. Tidak ada alasan lagi untuk menundanya,” jelas Alumnus Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM ini.
Menurut Ridwan, ada dua pasal setidaknya yang akan menjadi perhatian publik dalam pembahasan ini. Pertama, Pasal 27 ayat (3) tentang Pencemaran Nama Baik; Kedua, Pasal 31 tentang Penyadapan. Ridwan menjelaskan sebaiknya soal Pencemaran Nama Baik, diatur dalam Revisi RUU KUHP yang juga masuk dalam Prioritas Prolegnas 2016.
“Sebab, induk dari Revisi UU ITE ini adalah RUU KUHP. Makna ‘di muka umum’ dalam UU KUHP pun sebenarnya bisa berarti di dunia maya maupun dunia nyata. Karena publik sama-sama bisa mengetahui. Jadi, seharusnya pembahasan diutamakan merevisi UU KUHP terlebih dahulu,” jelas Presentator Akademik di University of Pittsburgh, USA, 2011 ini.
Sedangkan, soal Penyadapan, Ridwan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan Putusan MK Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang menyatakan Penyadapan harus diatur dalam undang-undang khusus, untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM.
“Praktik Penyadapan selama ini diatur terpisah, baik di kepolisian, KPK, bahkan di UU Intelejen Negara. Sehingga, Penyadapan haruslah diatur dalam undang-undang khusus, tidak sebatas pada bagian dari Revisi UU ITE,” jelas salah seorang Tenaga Ahli di DPR RI ini.
Ridwan berharap dengan dipercepat proses pembahasan ini, kepercayaan publik dapat meningkat terhadap institusi DPR, juga memberikan kepastian hukum terhadap pasal karet Pencemaran Nama Baik yang sering disalahgunakan.
“Kita tidak ingin tafsir atas makna Pencemaran Nama Baik itu menjadi pasal karet atas ketidak sukaan terhadap kelompok yang berseberangan dengan kita. Salah satu prinsip dalam Hukum adalah adanya Kepastian Hukum. Masyarakat, terutama netizen, perlu adanya kepastian hukum dari pemerintah ini,” pungkas Ridwan.