SOREANG – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Bandung memastikan jika Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) yang diperoleh para petani tembakau tak akan terganggu oleh kebijakan Pemerintah Pusat yang akan menggunakan cukai dan pajak tembakau untuk menutup defisit keuangan BPJS sebesar Rp 5 triliun. Karena sejatinya DBHCT yang dibagikan ke setiap daerah (terutama daerah penghasil) hanya 10%, sedangkan 90% sisanya oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi.
“Dana DBHCT untuk para petani tembakau dan keluarganya dipastikan tidak akan teganggu oleh kebijakan pemerintah yang akan menalangi defisit BPJS itu. Jadi, berbagai program bantuan dan pelatihan untuk para petani tembakau dan keluarganya di Kabupaten Bandung tetap berlangsung sebagaimana mestinya,” tukas Alo Sobirin, Dewan Pembina APTI Kabupaten Bandung, Minggu (23/9/18).
Menurut Alo, selama ini Kabupaten Bandung menerima DBHCT kurang lebih sebesar Rp 11 miliar. Dana tersebut digunakan untuk berbagai pemberdayaan, pelatihan, pemberian bantuan ternak dan lain sebagainya. Berbagai program yang tersebar di beberapa dinas di Pemerintah Kabupaten Bandung ini diperuntukan bagi 71 kelompok tani tembakau yang ada di 17 kecamatan.
“Kalau tahun lalu, 50 persen penggunaannya memang disesuaikan kebijakan kepala daerah. Seperti tahun lalu dari Rp 11 miliar lebih itu, Rp 7 miliar diantaranya digunakan untuk RSUD Majalaya. Nah, kalau sekarang sudah nggak lagi, tapi sepenuhnya untuk para petani tembakau dan keluarganya,” ujarnya.
Disinggung efektifitas penggunaan anggaran DBHCT untuk peningkatan kesejahteraan dan alih komoditas para petani tembakau, Alo merasa optimistis. Karena saat ini penyaluran DBHCT untuk para petani tembakau itu dilakukan melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) khusus. Sehingga para petani yang tergabung dalam 71 kelompok itu dapat mengajukan program sesuai kebutuhannya masing masing.
“Kalu dulu memang iya kurang efektif. Karena 50 persen penggunaannya sesuai kebijakan kepala daerah. Nah, kalau sekarang yah berdasarkan hasil Musrembang khusus dan dananya sepenuhnya untuk para petani tembakau dan keluarganya. Kalau ada yang bilang selama ini tidak efektif dan kurang disiplin penggunaannya, saya rasa pro kontra itu wajar saja. Tapi yang penting kan pelaksanaan dan hasil akhirnya adalah bermanfaat untuk para petani tembakau itu sendiri,” jelasnya.
Alo meyebut saat ini luas pertanian tembakau di Kabupaten Bandung kurang lebih seluas 1.200 hektare. Lahan pertanian tembakau ini, memang tidak dibolehkan untuk diperluas. Lahan pertanian tembakau ini tersebar di 17 kecamatan diantaranya Kecamatan Cilengkrang, Cimenyan, Cikancung, Nagreg, Pangalengan, Ciwidey, Rancabali dan kecamatan lainnya.
“Tembakau dari sini juga masuk ke pabrikan rokok besar. Tapi memang masih melalui pengepul yang ada di Temanggung. Kalau kita langsung ke sana belum bisa, karena birokrasinya mungkin yang agak rumit,” ungkap Alo.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo telah meneken Perpres penggunaan dana cukai dan pajak rokok untuk menalangi defisit keuangan BPJS sekitar Rp 5 triliun. Cukai rokok yang diterima tahun ini diperkirakan mencapai Rp 148 triliun. ***