RANCAEKEK – Seni Badawang Tumaritis lahir dan lestari hingga kini, di tengah masyarakat perkampungan di Desa Rancaekek Kulon Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung. Sebuah seni teatrikal atau pertunjukan arak-arakan topeng besar, mulanya hanya berbentuk karakter wayang Kampung Tumaritis, dilengkapi unsur tari, musik, seni rupa dan seni sandiwara didalamnya.
Di dalam kerangka orang-orangan ini terdapat rongga yang dapat dimasuki orang yang akan membawanya berjalan berpawai dan menggerakannya meliuk menari-nari mengikuti irama musik yang ditabuh. Kini seni tersebut lebih banyak ditampilkan sebagai seni untuk menghibur, bukan untuk mengejek penjajah seperti awal kemunculannya.
Bentuk Badawang pun kini lebih lucu dengan karakter kekinian. Selain karakter tokoh wayang Kampung Tumaritis, banyak pula modifikasi bentuk yang muncul di masyarakat urban saat ini. Itulah bedanya dengan ondel-ondel, yang bentuknya sejak dulu hingga kini tetap sama, itu-itu saja.
Badawang biasanya tampil pengisi upacara helaran atau pentas di atas panggung, arak-arakan hajatan khitanan atau perkawinan, hajatan lembur, termasuk saat pawai peringatan Hari Jadi Kabupaten Bandung serta memperingati pada Peringatan Hari Besar Nasional seperti HUT Kemerdekaan RI, seperti tampil pada Karnaval HUT RI ke-72 di Kota Bandung yang dihadiri Presiden Joko Widodo.
Dulunya, arak-arakan Badawang sebagai gambaran dalam tarian rakyat pedesaan yang penuh dengan hiburan dan humor yang menggambarkan kegembiraan masyarakat. Anak yang dikhitan akan diajak berkeliling kampung dengan menggunakan kereta kencana atau disebut dengan bendi.
Para tokoh wayang dalam Seni Badawang ini ini tampil dengan berlenggak-lenggok di sepanjang jalan sambil sesekali menghadirkan bobodoran yang sontak mengundang tawa setiap masyarakat yang menonton. Bobodoran yang dihadirkan disesuaikan dengan tema tempat mereka melangsungkan pertunjukan. Terkadang bobodoran tidak dikonsep terlebih dahulu oleh dalang, tapi secara spontan dengan melihat situasi dan kondisi saat berlangsung pertunjukan.
Dulu Badawang juga disebut Memeniran, diambil dari kata meneer (tuan dalam bahasa Belanda), karena dilihat dari bentuknya yang tinggi besar, setinggi dua meteran, sebagai representasi orang bule atau orang Belanda.
Yang membedakan badawang dengan ondel-ondel atau Barongan Buncis di Jawa Tengah atau Barong Landung di Bali, seni Badawang Tumaritis ini mengambil karakter atau tokoh pada badawang yaitu diambil dari cerita pewayangan.
Visualisasinya digambarkan sebagai 7 tokoh pewayangan seperti Semar, Sutiragen (Mak Eteh), Astrajingga (Cepot), Dawala (Petruk), Gareng, Sokasrana dan Inul (kreasi). Serta empat bentuk topeng kecil yaitu, topeng Hanoman, topeng Anggada dan dua topeng kreasi yang diberi nama Neneng dan Vira.
Badawang dulunya terbuat dari kayu, namun karena pertunjukan Badawang dilaksanakan di luar ruangan, sehingga adanya cuaca tidak menentu seperti halnya hujan, kerangka Badawang yang terbuat dari kayu mudah rusak atau lapuk dimakan rayap.
Kini kerangka Badawang terbuat dari kerangka rotan dan dibentuk seperti para tokoh pewayangan dilengkapi dengan kostum yang dibuat untuk mempertegas setiap tokoh, diusung dalam arak-arakan upacara tradisional atau hajatan khitanan.
Seni pertunjukan mirip Ondel-ondel dari Betawi ini diciptakan seniman asal Rancaekek, almarhum Een Rachmat pada 20 Mei 1961 atau bertepatan dengan Peringatan Hari Jadi ke-16 Kodam VI Siliwangi atau sekarang menjadi Kodam III Siliwangi, serta Hari Kebangkitan Nasional yang ke-53.
Memang waktu itu, di Rancaekek berkembang beraneka ragam jenis perkumpulan kesenian diantaranya adalah wayang golek, wayang orang, pencak silat, benjang, calung, reog, ketuk tilu, tayuban, qasidahan, hingga dan Seni Tari Keureseus Wirahmasari.
Menyikapi perkembangan keanekaragaman kesenian tersebut, guna memotivasi masyarakat agar ikut serta dalam setiap kegiatan yang diadakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, maka Een Rachmat mendirikan Padepokan Kesenian “Lingkung Seni Tumaritis “ yang salah satunya melahirkan seni Badawang.
Padepokan Lingkung Seni Tumaritis ini bisa dijumpai di Jalan Raya Rancaekek – Majalaya Nomor 310, Kampung Babakanloa RT. 05, RW 03 Desa Rancaekek Kulon Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.
Een Rachmat mencoba memadukan gerakan-gerakan serta langkah kesenian itu untuk dikembangkan sebagai Seni Badawang. Awalnya kurang banyak diminati karena tokoh Badawang yang menggunakan karakter wayang. Namun padepokan ini melakukan berbagai inovasi untuk mengubah bentuk Badawang tersebut.
Di tempat ini, Een Rachmat membimbing para pemuda untuk mempelajari Badawang. Mereka belajar Badawang setelah bekerja menjadi petani, buruh atau berdagang. Tidak mudah memang untuk mendapatkan pemain sebagai regenerasi seniman Badawang.
Para pemain Badawang diharuskan berusia di atas 20 tahun atau sudah dewasa karena dibutuhkan orang yang bertenaga cukup besar untuk memainkan Badawang. Para pemain Badawang juga harus memiliki keahlian khusus karena tidak semua orang bisa memainkan kesenian Badawang.
Nah, pelaku seni Badawang ini digembleng di Tumaritis, untuk tetap mempertahankan keberadaan Badawang sekaligus mengembangkan seni khas dari Jabar tersebut.***