
BANDUNG – Gubernur Jawa Barat H. Mochamad Ridwan Kamil, S.T., M.U.D mengatakan seiring berkembangnya zaman, pesantren yang merupakan lembaga pendidikan harus mampu mandiri dan memiliki manajemen pesantren yang modern.
Saat melaunching Program Pesantren Juara di Pesantren Al-Ittifaq Desa Alamendah Kec Rancabali, Kab Bandung, Rabu (12/12/18), gubernur mengaku dirinya punya banyak pertanyaan terkait bagaimana mewujudkan Jabar Juara Lahir dan Batin.
“Dan saya temukan jawabannya di Pesantren Al Ittifaq ini. Selain tempat menuntut ilmu agama, manajemennya juga mandiri. Dengan agribisnis yang dijalankan, Al-Ittifaq bisa menggratiskan biaya bagi santri yang kurang mampu. Pesantren Al-Ittifaq ini harus menjadi percontohan pesantren-pesantren lainnya di Jabar,” ungkap Ridwan.
Emil menyebut ada 17 Program Pesantren Juara, salah-satunya adalah One Pesantren One Product (OPOP). Program tersebut bertujuan untuk membangun kemandirian pesantren melalui pemberdayaan ekonomi, dengan cara membantu pesantren dalam memilih potensi komoditi, memberikan pelatihan dan pendampingan dalam manajemen produksi, pemasaran, serta keuangan.
“Sebagian besar pesantren di Jabar belum mandiri secara ekonomi untuk membiayai kebutuhan operasional maupun pengembangan sarana dan prasarana pesantren. Beberapa instansi baik pemerintah maupun swasata sudah melaksanakan berbagai program pemberdayaan ekonomi untuk pesantren, namun berakhir dengan kegagalan. Oleh karena itu, melalui program ini kami akan memilih pesantren yang berpotensi yang nantinya akan kami bina dan ditingkatkan kemampuan usahanya sampai berhasil,” papar gubernur.
Ia menambahkan, dalam merealisasikan program tersebut pihaknya telah membagi pesantren menjadi tiga zona yakni merah, kuning dan hijau.
“Zona merah untuk pesantren yang belum melaksanakan kemandirian ekonomi, zona kuning sudah mulai melaksanakan tapi belum luar biasa dan zona hijau untuk pesantren yang sudah mandiri. Zona hijau sendiri untuk persentasenya masih di bawah 5 persen,” urainya.
Sedangkan untuk pemasaran, pihaknya akan mencari konsumen dan tidak akan membiarkan pesantren memproduksi produk yang tidak diminati pasar. “Kami akan memastikan terlebih dahulu siapa pembelinya, jadi tidak ada kekhawatiran produknya tidak laku,” tukasnya.
Sementara Bupati Bandung H. Dadang M Naser, SH., S.Ip., M.Ip menilai, Pesantren Al-Ittifaq bukan sekedar pesantren yang berbasis salafi tapi juga berbasis agribisnis. Hal itulah yang menjadikan menjadikan Al Ittifaq menjadi pesantren yang mandiri.
“Hasil dari agribisnis yang dijalankan Al-Ittifaq ini, sudah dipasarkan ke pasar-pasar modern seperti Hero dan Superindo dengan omset mencapai Rp300 juta perbulan. Kami sangat bangga Al-Ittifaq dijadikan percontohan bagi pesantren-pesantren lainnya,” ungkap Bupati.
Menurutnya, Program OPOP yang digulirkan Pempov Jabar, selaras dengan program Bandung 1.000 Kampung. “OPOP ini sesuai dengan program Kabupaten Bandung yakni One Village One Product. Dimana 270 desa dan lebih dari 4.000 kampung di Kabupaten Bandung memiliki potensi produk unggulan yang bisa dimunculkan dan dikembangkan, seperti hasil bumi, konveksi dan kerajinan,” terangnya.
Dengan diluncurkannya Program Pesantren Juara tersebut, diharapkan pesantren-pesantren khususnya yang berada di Kab Bandung bisa berdaya dan mandiri dari segi perekonomiannya.
“Dengan dijadikannya salah-satu pesantren di Kabupaten Bandung menjadi percontohan dalam Program Pesantren Juara, saya harap pesantren-pesantren lainnya bisa termotivasi untuk mencari potensi produk yang bisa menjadikan pesantrennya menjadi mandiri secara ekonomi,” pungkas Dadang Naser.***