BANDUNG, Balebandung.com – Kiprah Capt Esther Gayatri Saleh (55), sudah tidak dapat diragukan lagi di dunia industri penerbangan. Tidak hanya di Indonesia, bahkan dunia internasional pun mengakui kehebatannya sebagai pilot uji yang handal. Lulusan International Test Pilot School Kanada tersebut merupakan perempuan satu-satunya di dunia yang menjadi kepala pilot uji.
Perlu diketahui, pekerjaan pilot uji tidak bisa disamakan dengan pekerjaan pilot maskapai penerbangan pada umumnya. Pilot uji merupakan seorang penerbang yang menerbangkan pesawat yang masih dalam tahap pengembangan riset. Mereka bertaruh nyawa untuk memastikan pesawat tersebut dapat terbang dan bermanuver dengan baik, sesuai spesifikasi operasional.
Karir sebagai pilot uji sudah dimulai Esther sejak tahun 1984 atau 34 tahun lalu ketika perempuan kelahiran Palembang yang kini menetap di Bandung tersebut diterima oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara/IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia (Persero). Dia sudah menguji pesawat dari mulai NC212-200, CN235, pesawat master piece PTDI N250, CN295, hingga yang terakhir N219.
“Sejak saya lulus dari Amerika (Sawyer School of Aviation) saya meniti karir dari bawah. Mengerti, mempelajari, mengalami proses pengembangan pesawat yang diuji, hampir semua pesawat bersayap tetap buatan PTDI sampai saat ini N 219,” terang Esther saat ditemui selepas melakukan engine ground run pesawat N219 di PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Kamis (8/3/17).
Pengalaman panjang dan loyalitas Esther di dunia pilot uji memang patut diacungi jempol. Bahkan tidak berlebihan kalau kemudian harus menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Betapa tidak, risiko tinggi yang ada dalam pekerjaannya tidak membuat Esther beralih profesi atau sekadar pindah ke maskapai penerbangan yang risikonya tidak setinggi pilot uji.
Tidak salah kalau PTDI mengangkatnya sebagai Chief Test Pilot & Flight Instructor pada April 2015 lalu. Setelah itu, dia merupakan satu-satunya perempuan pilot uji di industri pesawat udara di dunia yang menjadi chief (kepala) pilot uji pesawat sayap tetap.
“Suatu kehormatan untuk bisa bersama-sama teman yang lain mengambil bagian melayani negeri ini dalam bidang teknologi dirgantara, dalam hal ini pembuatan pesawat terbang. Nah, ini proses yang mengitegrasikan satu produk baru bahwa membuat pesawat terbang tidak mudah. Karena tidak mudah, maka PTDI berada di pembuatan pesawat terbang ini yang notabene teknologi tinggi,” ujar Ester.
Menurutnya, menjalani profesi yang notabene identik dengan laki-laki tersebut sangat membanggakan. Selain dituntut memiliki kemampuan berbagai macam pesawat terbang, menjadi pilot uji pun membuatnya terlibat langsung dalam pengembangan riset pesawat. Dari mulai proses awal first flight, improvisasi hingga sesuai dengan spesifikasi operasional.
“Sebagai pilot uji, saya merasakan langsung perubahan demi perubahan dalam pengembangan pesawat. Prosesnya tidak selesai dalam satu kali uji, misalkan setelah first flight langsung jadi. Semua proses ada evolusinya. Sama seperti pengembangan prototype N219, ada evolusi dari pembuatan awalnya setelah melakukan serangkaian tes, di-improve, itu namanya berevolusi. Nah, itu sah-sah saja dalam dunia manufacturing pesawat, karena itulah gunanya uji coba. Kita coba, apakah benar dan sesuai dengan prediksi awal atau ditambah improvement yang lain,” beber pemegang 7.100 jam terbang tersebut.
Esther pun bercerita tentang pengalaman menariknya selama menjadi seorang pilot uji yang tidak lain adalah ketika berhasil menerbangkan pesawat N219 untuk pertama kalinya (first flight) pada 16 Agustus 2017 lalu. Dia mengaku bangga bisa mengudarakan pertama kali pesawat yang murni karya anak bangsa dan menjadi bukti kemajuan Indonesia.
“Menghadapi penerbangan perdana waktu itu, memang sudah diantisiapasi adalah banyak tekanan kepada pilot in command sebagai pilot uji itu sendiri. Jadi gak bisa saya bayangkan adanya beban yang luar biasa. Karena terbang perdana itu, pesawat yang baru dibuat dan diujicoba, ini bisa terbang atau enggak. Tekanan itu serasa datang dari atas, dari bawah, dari sisi kiri-kanan,” kenangnya.
Untuk menghadapi tekanan tersebut, Esther pun melakukan semacam kontemplasi atau perenungan. “Saya mengisolasikan diri dan fokus hanya untuk terbang perdana. Pada malam hari sebelum uji terbang perdana, saya tidur pukul 22.00 WIB dan bersyukur bisa bangun pukul 02.00 WIB untuk melakukan tes-tes yang akan dilakukan pada saat terbang perdana. Jadi satu anugerah dari Tuhan, saya dibangunkan dini hari untuk melatih diri selama 30 menit,” beber dia.
Setelah dilakukan terbang perdana selama 25 menit terbang, Esther mengudarakan pesawat di ketinggian 8000 kaki di sekitar kawasan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Selama itu pula dia mencoba bermanuver dengan turun ke ketinggian yang lebih rendah.
“Waktu itu kami melakukan beberapa manuver untuk membiasakan dengan pesawat tersebut. Mencoba simulasi landing. Kita turun ke ketinggian 7.000 naik lagi 7.500. Dan sesuai prediksi landing dengan selamat.. This is good aircraft. Karena ini buatan Indonesia, kita patut berbangga,” ucapnya.
Khusus terkait pesawat N219, Esther sangat berharap setelah selesai menjalani serangkaian uji coba dan memperoleh sertifikasi dapat menjadi kebanggaan bersama bangsa Indonesia dan Bandung pada khususnya. “Kita bisa bicara N219 made in Indonesia. Tapi karena PTDI ada di Bandung bisa dipastikan N219 made in Bandung-Indonesia,” ungkapnya.
Sementara itu, berkaitan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada hari ini tanggal 8 Maret 2018, Esther menilai semua hari juga baik. Khususnya Hari Perempuan Internasional. Intinya bahwa perempuan sekarang sudah terbuka akses untuk bisa berkiprah dalam segala bidang.
“Pada umumnya dilihat perempuan itu lemah. Nah, jangan dilihat seperti itu saja karena perempuan itu teliti. Sehingga yang dibutuhkan itu ketelitian, kalau kita setia ataupun kita bisa konsisten pada apa yang kita kerjakan maka bisa berkontribusi lebih banyak. Nah, dengan Hari Perempuan Internasional ini kita sama dengan perempuan di seluruh dunia mengatakan perempuan bisa berkiprah yang sulit, salah satunya yaitu membangun pesawat terbang,” tutup Esther. ***