
NAGREG, Balebandung.com – Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui dinas terkait akan melakukan tindakan terhadap aktivitas galian C berupa tanah urukan, yang meresahkan warga sekitar di Desa/Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga setempat mengaku resah soal material tanah yang bertumpahan di Jalan Raya Nagreg.
Menanggapi hal ini Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono menyatakan pihaknya terbuka untuk menampung aspirasi dan menerima keluhan dari warga sekitar terkait aktivitas galian C yang meresakan warga.
“Ya, silahkan saja, kami akan menampung masukan-masukan dari warga. Mengenai trasnporter truk yang mengangkut material tanah urukan, nanti kita kordinasikan dengan Dinas Perhubungan Jawa Barat,” kata Bambang kepada Balebandung.com, Rabu (11/12/2019).
Sebab menurutnya instansi yang berwenang melakukan teguran terhadap transporter atau armada angkutan material tanah tersebut lebih ke Dishub Jabar. Sementara untuk penindakan, bisa dilakukan oleh Satpol PP Jabar.
Bambang menjelaskan, dalam hal ini ada standar operasional prosedur (SOP) terkait hak dan kewajiban si pemegang ijin usaha pertambangan, di mana salah satunya harus melaksanakan Ketertiban, Keamanan dan Keselamatan (K3), baik di wilayah ijin usaha pertambangan maupun di luar area ijin usaha pertambangan.
“Terkait tumpahan tanah ini, memang bukan sepenuhnya kewajiban si pemegang ijin usaha, terkait tumpahan material tanah urukan itu, tapi juga pihak transporter,” tukasnya.
Karena itu, imbuh Bambang, transporter tersebut biasa diminta oleh si pemegang ijin usaha untuk menghindari kecelakaan kerja, termasuk kecelakaan di jalan raya, termasuk harus hindari konflik sosial terutama di luar area pertambangan.
“Kita memang beberapa terbitkan pertimbangan teknis sebagai dasar pemberian ijin, tapi hanya bicara di wilayah ijin usaha tambang, terkait analisa dampak lingkungan (amdal)-nya, ijin lingkungan, aspek transportasi, yang hanya mencakup di areal pertambangan, belum termasuk di luar area pertambangan,” terang Bambang.
Karena itu ke depan pihaknya akan membuat satu konsep untuk persyaratan dan pertimbangan, yang bukan bukan sekedar di wilayah ijin usaha, tapi juga di luar area ijin usaha, sehingga dampak sosial, dampak ekonomi, dan polusi dapat diminimallisir.
“Kalau dari kami selama ini kami hanya melakukan himbauan kepada pemegang ijin usaha, dengan mendorong pengawasan oleh inspektur tambang atau pejabat pengawas tambang. Misalnya muatan truk tidak boleh melebihi batas tonase jalan misalnya. Sebab dari 15 parameter ijin usaha yang kami tangani, enam diantaranya lebih ke parameter teknis, dan sembilan lainnya parameter administrasi yang ditangani inspektur tambang sebagai dasar pemberian ijin,” papar Bambang.
Selain siap menampung keluhan warga, kata dia, pihaknya juga kerap memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar guna meminimalisir konflik sosial.
Ditanya soal kontribusi galian C tersebut terhadap pendapatan asli daerah (PAD) wilayah pertambangan, Bambang menjelaskan kontribusinya cukup signifikan bagi PAD kabupaten/kota tersebut.
“Tinggal dikalikan saja, volume produksi galian C urukan tanah misalnya, berapa meter kubik yang dihasilkan dari pertambangan tanah itu, dikalikan pajak galian Rp 3.000 per meter kubik. Sebagai contoh di Kabupaten Bogor itu pemasukan PAD dari galian tanah bisa sampai Rp158 miliar,” jelas Bambang.
Menurutnya dalam hal ini pemerintah provinsi menurutnya hanya diberi kewenangan mengelola, merencanakan dan mengendalikan pertambangan tersebut. Pihaknya mencatat di seluruh Jawa Barat sudah ada 333 ijin usaha tambang.***