BANDUNG – Sebagai provinsi dengan jumlah terbesar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, Jawa Barat terus memperbaiki tata kelola pengiriman TKI-nya. Salah satunya, kini Jabar tengah membentuk pusat pelayanan Tenaga Kerja Indonesia asal Jawa Barat, yaitu TKI Center.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Ferry Sofwan Arif berharap TKI Center ini jadi pusat pelayanan seperti perizinan, pelatihan, hingga tempat pelayanan TKI yang kembali ke tanah air. Hal ini Ferry ungkapkan usai mendampingi Gubernur Jawa Barat AHmad Heryawan bertemu dengan pihak dari KPK, BNP2TKI, Kementerian Tenaga Kerja, serta BPJS Ketenagakerjaan di Gedung Sate, Jumat (11/3/16).
“Kami sebetulnya sedang membangun TKI Center. Harapannya ke depan TKI Center ini akan kita dorong menjadi tempat pelayanan, mulai dari urusan perizinan, pembayaran pun nanti tidak cash – kerjasama dengan perbankan misalnya. Di situ juga ada tempat pelatihan, kemudian kalau para TKI pulang harus ada masa transisi dulu, kemudian diarahkan mau dilatih kembali sebagai purna TKI, karena selama ini sudah bekerja formal atau akan kita latih usaha mandiri atau kewirausahaan,” ungkap Ferry.
Ia berharp tahun ini tahap pertama, dua tahun – 2016-2017 bisa berdiri di Jalan Soekarno-Hatta (Bandung) dengan bangunan 6 lantai dan satunya lagi 4 lantai. “Keseluruhan anggaran pembangunan kalau dollar kira-kira Rp13.500 mencapai Rp 105 miliar,” sebut Ferry.
Perbaikan tata kelola ini menurutnya penting mengingat banyak kasus yang menjerat TKI – mulai dari kasus pidana hingga human trafficking atau perdagangan orang, sehingga perlu perbaikan mulai dari hulu atau daerah asal pengirim TKI. Untuk menangani hal tersebut, Pemprov Jabar pun kini tengah membentuk Lembaga Pelayanan Terpadu Satu Atap (LPTSA) untuk penempatan serta perlindungan TKI asal Jabar.
“Harapannya ada 9 kabupaten daerah asal TKI, ini yang perlu dilakukan koordinasi karena apalah artinya kalau ada LPTSA di provinsi, sementara misalnya seluruh kabupaten/kota yang terbanyak mengirimkan TKI-nya atau daerah asal TKI tidak bersama-sama memberikan penanganannya sejak hulu. Itu point-nya,” papar Ferry.
Gayung bersambut, upaya Pemprov Jabar ini pun bersamaan dengan program dari KPK bersama Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI, BPJS Ketenagakerjaan serta lembaga negara terkait lainnya untuk memperbaiki tata kelola pengiriman TKI di daerah.
Usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Jabar, pihak KPK yang diwakili oleh bagian Koordinasi Supervisi Pencegahan Asep Rahmat Suwandha mengungkapkan, pihaknya bersama lembaga terkait lain meminta agar Jabar melakukan perbaikan dalam tata kelola pengiriman TKI.
“KPK sudah menginisiasi ini sejak dua tahun yang lalu, khususnya untuk tahun ini kita ingin masuk ke salah satu programnya adalah pembenahan di hulu (daerah asal TKI). Jawa Barat yang pertama, berikutnya ada Jawa Tengah, kemudian Jawa Timur, NTB, dan NTT,” ungkap Asep.
Selain itu, imbuh Aseo, juga akan melakukan pembenahan tata kelola di daerah-daerah perbatasan yang selama ini menjadi daerah-daerah penyalahgunaan TKI menjadi tindak pidana perdagangan orang atau human trafficking di 3 tempat yaitu Nunukan, Entikong, dan Batam.
Jumlah TKI asal Jabar tahun 2015 mencapai 41.920 bekerja pada sektor informal dan 21.109 bekerja di sektor formal. Jumlah ini menurun dari tahun 2014 di mana ada 69.248 (informal) dan 35.356 (formal). Para pahlawan devisa ini tersebar sebagian besar ke negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pemprov Jabar pun terus mendorong agar para TKI ini bisa bekerja ke luar negeri dengan bekal keahlian tertentu melalui pelatihan-pelatihan serta sertifikasi kompetensi.