BANDUNG – Kondisi ruang dan lingkungan hidup di Jawa Barat, terutama kawasan lindung hutan dan non hutan terus mengalami penyusutan, terus berkurang dari tahun ke tahun. Jawa Barat sedang mengalami darurat lingkungan, darurat neraca air di daerah aliran sungai (DAS) di Jawa Barat.
Merujuk pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), indeks tutupan hutan-hutan di Jawa Barat dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami penurunan. IKLH Jabar berada pada peringkat 30 dari 33 provinsi di Jawa Barat, Indek Tutupan Hutan di Jabar berada dalam angka 36,09.
Kondisi tutupan hutan dan kawasan lindung yang rusak dan terus berkurang berpengaruh pada siklus air dan neraca air di DAS. Di musim hujan kita mengalami banjir dan musim kemarau kita mengalami kekeringan.
Direktur Walhi Jabar Dadan Ramdan mengatakan dari data yang diolah oleh Walhi Jabar, Wilayah Jawa Barat, Wilayah DAS di Jawa Barat hampir seluruhnya mengalami kekeringan, terjadi di DAS Citarum, DAS Cimanuk, DAS Cimandiri, DAS Cisanggarung, DAS Citanduy, DAS Cisadane, DAS Cipunagara, DAS Cilaki, CIwulan, Cibareno dll.
“Dari data yang diolah Walhi Jabar, untuk tahun 2018, luasan kekeringan telah mencapai 90.000 hektar yang tersebar di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya memang masih di bawah, namun bisa meluas mengingat musim kemarau dalam siklus normal masih berlangsung hingga September. Padahal empat tahun sebelumnya luasan kekeringan di Jawa Barat bisa mencapai sekitar 400.000 ha,” ungkap Dadan dalam rilisnya, Senin (28/8/18).
Dadan Ramdan mengatakan wilayah di Jawa Barat yang mengalami kekeringan tersebar di beberpa wilayah seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Bekasi, Depok, Bogor, Ciamis, pangandaran, Sukabumi, Purwakarta, Cianjur dll.
“Ada sekitar 19 Kabupaten/Kota mengalami kekeringan. Keberadaan bendungan-bendungan skala besar seperti Saguling, Cirata, Jatiluhur, dan Jatigede ternyata tidak menjamin ketersediaan air bersih dan pertanian tercukupi,” kata dia.
Menurutnya, penyebab kekeringan makin meluas di musim kemarau, karena kondisi DAS di Jabar sudah tidak sehat, DAS Jabar sudah sangat rusak. Wilayah lindung dan tutupan hutan terus berkurang, wilayah-wilayah resapan air makin berkurang, alih fungsi lahan hijau di daerah tangkapan air terus meluas oleh pertambangan dan pertanian tidak berkaidah lingkungan. Sumber-sumber resapan air seperti sawah, kolam, balong, rawa pun makin berkurang.
“Akibatnya sungai-sungai di Jabar juga mengering, bahkan sungai bisa dijadikan lapangan sepakbola warga karena tidak ada airnya seperti yang terjadi di SUB DAS Citarum,” tandasnya.
Dadan mengatakan akibat kekeringan dan kurangnya air di beberapa wilayah menyebabkan warga sulit mendapatkan air bersih, banyak warga yang kemudian memanfaatkan air sungai yang kotor untuk kebutuhan rumah tangga seperti yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Kemudian, sawah-sawah juga tidak bisa ditanam akibatnya petani tidak bisa panen seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Subang, Indramayu, Cirebon, Majalengka dll.
Pihaknya melihat upaya pemerintah Jawa Barat untuk mengantisipasi kekeringan sudah ada dengan program dan kebijakan baik di Dinas Pertanian, Kehutanan dan dinas PSDA. Namun tidak menjawab pada akar masalah salah urus ruang, kebijakan tata ruang yang makin mengurangi kawasan lindung dan resapan air.
“Dari lapangan, kami belum melihat belum ada upaya yang nyata dari pihak pemerintah mengatasi dampak kekeringan, walaupun pemprov Jawa Barat sudah memiliki rencana pengadaan pompanisasi dan perbaikan saluran irigasi pertanian, fakta di lapangan petani Indramayu misalnya masih kesulitan untuk mendapatkan air untuk tanam padi. Namun, bagi warga yang kesulitan air bersih untuk rumah tangga belum ada upaya yang nyata,” bebernya.
Dadan Ramdan mengatakan upaya yang harus dilakukan pemerintah seharusnya dilakukan bukan hanya jangka pendek, tapi jangka panjang. Pemerintah daerah dan pusat bisa secara bersama-sama merumuskan kebijakan dan program penanganan bencana kekeringan dalam jangka panjang, tentu harus terpadu dari hulu ke hilir, lintas sektor.
Hal yang mendasar dalam jangka panjang misalnya bagaimana harus melakukan revisi atas kebijakan RTRW yang selama ini tidak memiliki persfektif perlindungan DAS dan pengurangan resiko bencana kekeringan khususnya. Harus ada upaye bersama yang mempercepat pemulihan kerusakan lingkungan hidup yang masuk ke dalam RPJMD Jawa Barat 2018-2023.
“Jadi, program antisipasi kekeringan dan penanganan dampak dan resiko kekeringan harus masuk ke dalam RPJMD untuk 5 tahun ke depan,” pungkas Dadan.***