SOREANG, Balebandung.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membatasi kuota pengadaan blanko KTP elektronik (e-KTP) untuk Kabupaten Bandung sebanyak 500 keping per minggu.
“Agar pelayanan selama lima hari kerja di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bandung tetap berjalan, maka jatah kuota tersebut dibagi lima menjadi 100 keping e-KTP per hari,” kata Kepala Disdukcapil Kab Bandung Drs. H. Salimin, M.Si, menyikapi antrian warga pemohon e-KTP yang memadati Kantor Disdukcapil setiap harinya.
“Kalau didistribusikan ke 31 kecamatan, hanya akan kebagian sekitar 15 keping per minggu per kecamatan. Maka kami ambil kebijakan, pelayanan ditarik ke sini (Kantor Disdukcapil) dan dibatasi hanya melayani 100 pemohon per hari. Risikonya, warga harus antri, bahkan sampai ada yang shalat subuh di sini,” ungkap Kadisdukcapil di ruang kerjanya, Senin (15/7/19).
Bagi warga yang datang lebih dahulu, akan dilayani. Namun banyak pula warga yang tidak kebagian, lalu kembali keesokan harinya dan terlambat lagi, akhirnya pulang dengan tangan hampa.
“Saya instruksikan kepada pelaksana di Bagian Pelayanan, bagi warga yang tidak kebagian hari ini (mendapat nomor di atas 100), kasih nomor antrian untuk besok harinya. Jadi mereka bisa datang dan sudah memegang nomor antrian,” tutur H. Salimin.
Padahal sebelum Lebaran 1440 H, kata Salimin, Disdukcapil tidak lagi melakukan pencetakan e-KTP, karena blanko dari pusat sudah didistribusikan ke setiap kecamatan. Bahkan dengan pelayanan tersebut, membuat pihaknya mendapatkan penilaian cukup baik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) dan juga Ombudsman.
“Sebelum Lebaran, kami telah melaksanakan pelayanan pencetakan e-KTP seluruhnya di tingkat kecamatan. Terlebih saat ini sudah diterapkan tandatangan elektronik, maka sudah sangat memungkinkan dilakukan pengentrian data di kecamatan secara online. Bahkan Disdukcapil meraih 4,01 poin, atau kategori sangat baik dalam Indeks Pelayanan Publik dari Kemenpan-RB dan Ombudsman,” terangnya.
Namun saat ini kondisinya berbeda. Pasca lebaran kuota blanko yang terbatas dari pusat, membuat pelayanan pencetakan e-KTP ditarik ke Kantor Disdukcapil. Itu pun tidak bisa memenuhi permintaan, karena setiap harinya warga yang mengantri bisa mencapai di atas 500 pemohon.
“Untuk pelayanan Kartu Keluarga (KK) di kecamatan tetap berjalan. Kemudian untuk pembuatan akta kelahiran, kita sudah punya mal pelayanan. Ini merupakan salah satu upaya untuk menghindarkan tumpukan antrian. Hanya untuk e-KTP ini sebetulnya kami ingin kondisinya sama seperti sebelum lebaran, pelayanan didistribusikan ke tiap kecamatan, tapi kuota terbatas,” ujarnya.
Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Kabupaten Bandung, ia mengatakan di seluruh Indonesia sama. Namun sebetulnya warga tidak perlu khawatir belum mendapatkan KTP-el, karena Surat Keterangan (Suket) fungsinya sama.
“Banyak instansi atau lembaga pelayanan publik yang tidak mau terima suket. Mereka menyangka fungsi suket tidak sama dengan e-KTP. Padahal yang dilihat di e-KTP hanya bagian luarnya, makanya yang diminta dilampirkan itu kan fotokopinya. Perbedaannya hanya terletak di chip pada fisik e-KTP, namun belum banyak instansi yang memiliki card reader (pembaca kartu) untuk membaca chip tersebut,” urai Salimin.
Sementara untuk masyarakat, lebih dari sisi ketidakpraktisannya saja. Mengingat fisik suket berupa selembar kertas (bukan kartu). Ia menambahkan, pada akhir tahun 2018 Kemendagri telah menyediakan 16 juta keping blanko. Diperkirakan jumlah itu akan mampu memenuhi kebutuhan pemilu, bahkan sampai pelayanan akhir tahun 2019.
Namun menjelang pemilu, semuanya sudah habis. Ternyata ada perilaku masyarakat yang mempersoalkan tanggal berlaku yang tertera di e-KTPmereka.
“Banyak warga yang minta e-KTP nya diganti. Padahal sesuai Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan pasal 101 poin c disebutkan, bahwa KTP yang dicetak sebelum undang-undang diresmikan, tetap berlaku seumur hidup, kecuali ada perubahan elemen data,” jelasnya.
Beragam alasan dikemukakan pemohon. Salimin menyebut, ada yang beralasan sobek, patah, rusak atau hilang. “Itu yang banyak terjadi, makanya 16 juta keping itu cepat sekali habisnya. Hal lain yang tidak terprediksi adalah warga yang pindah datang. Kita harus layani untuk perubahan elemen data, itu sudah kewajiban kita dan tidak boleh ditolak. Makanya sampai saat ini kita masih membutuhkan kurang lebih 75.000 blanko, untuk pemegang suket yang belum dicetak KTP-nya,” lanjut Salimin.
Saat ini di kecamatan tambah Salimin, tengah berjalan pelayanan pencetakan Kartu Identitas Anak (KIA), yang sebelumnya terhenti karena event pemilu. Meskipun diakuinya masih terdapat kendala dalam penggunaan tinta. Tinta yang biasanya dipergunakan untuk mencetak 450 keping KIA, hanya dapat dipergunakan untuk mencetak 200 keping KIA saja.
“Hambatan KIA hanya ketika tintanya habis. Namun kita tidak membatasi berapapun jumlah pendaftarnya, karena untuk blanko KIA pengadaannya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sampai akhir tahun ini tersedia sekitar 400 ribu keping. Kami mengimbau warga yang anaknya belum memiliki KIA, agar melakukan pendataan di tiap kecamatan, karena blankonya sudah kami distribusikan,” pungkas Salimin.***