ARJASARI – Tak hanya di Kabupaten Bandung Barat, di Kabupaten Bandung juga ditemukan kasus peredaran kartu BPJS Kesehatan yang diduga palsu. Puluhan warga Desa/Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung diduga menjadi korban penipuan bermotif kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Mereka diiming-imingi menjadi peserta BPJS Kesehatan hanya dengan membayar uang sebesar Rp200 ribu per orang dan tidak diwajibkan untuk membayar iuran bulanan.
Kepala Desa Arjasari, Rosiman mengatakan, sekitar Desember 2015 lalu ke kantornya datang beberapa orang yang mengaku sebagai pekerja sosial kemasyarakatan. Mereka menawarkan kepada warga untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Rosiman menuturkan, mereka bekerja membantu masyarakat tak mampu untuk bisa mendapatkan jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan. Persyaratannya, warga pemohon cukup membayar uang pendaftaran sebesar Rp200 ribu saja. Sedangkan untuk iuran per bulannya sudah ditanggung oleh negara.
“Mereka datang beberapa kali ke kantor desa dan menemui RT/RW di sini. Lalu kami cek kebenarannya ke Kota Cimahi, karena kantor mereka di Cimahi. Memang benar di sana ada kantornya, mereka itu semacam LSM atau yayasan. Di kantornya itu memang terlihat kesibukan orang-orang yang seperti tengah mengurus BPJS,” kata Rosiman, Minggu (24/7/16).
Setelah beberapa kali datang ke kantor desa, lanjut Rosiman, satu orang dari mereka datang lagi dengan tujuan untuk mendaftarkan warga yang tertarik jadi peserta BPJS Kesehatan. Sehingga akhirnya sekitar 70 warga mendaftarkan diri dan memperoleh kartu BPJS Kesehatan.
“Mereka itu bilangnya untuk kuota Kabupaten Bandung ada 1.000 orang. Itu disebar ke 5 desa, per desanya sebanyak 200 orang. Kata mereka, itu jatah untuk warga miskin yang akan mendapatkan tanggungan biaya iuran bulan dari pemerintah. Tapi karena saya agak sedikit ragu, ya coba saja beberapa orang dulu,” ujarnya.
Rosiman melanjutkan, setelah ke-70 warga memegang kartu BPJS Kesehatan, kemudian muncul masalah. Kartu BPJS Kesehatan tersebut tidak bisa digunakan untuk berobat di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang telah ditunjuk.
Warga yang kebingungan kemudian menghubungi kembali salah seorang dari mereka. Setelah diantar orang tersebut, kartu BPJS Kesehatan itu diterima oleh fasilitas kesehatan yang dituju warganya.
“Entah apa yang dia bilang ke petugas di tempat fasilitas kesehatan itu, akhirnya warga bisa berobat. Dan itu terus berulang dialami oleh warga lainnya. Setelah itu, si orang ini juga sekarang seolah-olah menghindar dan tidak lagi datang kalau diminta mengantar warga yang mau berobat,” kata kades.
Jika dibandingkan dengan kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki oleh perangkat desanya, terang rosiman, kartu yang diperoleh dari orang-orang ini memiliki kejanggalan. Kartu kepersertaan BPJS Kesehatan itu seperti hasil dipindai lalu diedit dan ditempel foto warganya. “Memang saat saya bandingkan juga agak berbeda dengan yang kami punya. Ini seperti hasil scan komputer dan diedit,” ujarnya.
Karena khawatir warganya telah menjadi korban penipuan, beberapa kali dia memerintahkan perangkat desa untuk mendatangi kantor mereka di Cimahi. Hasilnya, meskipun mereka tetap berkantor di sana, seolah-olah mereka tidak mau bertanggunjawab.
“Kebetulan salah seorang dari mereka itu, orang tuanya warga di sini. Sudah saya minta pertanggunjawabannya untuk mengembalikan uang warga. Tapi dia bilang uangnya dibawa sama ketuanya, dan kami tetap meminta pertanggunjawawannya, sebelum masalah ini kami laporkan ke pihak kepolisian,” ungkap kades.
Rosiman menduga, selain warga desanya, bisa saja ada warga di desa lainnya yang menjadi korban. “Sekarang kami masih bersabar menunggu itikad baik mereka untuk mengembalikan uang warga. Kalau tidak, akan kami laporkan ke polisi,” tandasnya.