BANDUNG – Kasus dugaan penipuan investasi perumahan dengan terdakwa Darmawan Suryaatmadja digelar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, Selasa (22/8/17). Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sutio Jumagi Akhirno, didampingi hakim anggota Wasdi Permana dan Yuswardi.
Jaksa Penuntut Umum A. Nurhidayat membacakan beberapa lembar dakwaannya, bermula saat terdakwa Darmawan pada kurun waktu tahun 2015 dan 2016, mengajak Arief Muhamad Lutfi (saksi/korban) untuk menjadi pemodal dalam membangun perumahan di bidang tanah yang diakui oleh terdakwa merupakan tanah miliknya seluas 8.250 meter persegi di Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.
Kerjasama itu dibuatkan perjanjiannya di hadapan Notaris Lidya Martasuta pada 2 Februari 2015 dan selanjutnya keluarlah Akta No 2 tanggal 18 Februari 2015 sebagai dasar atas Perjanjian Kerja Sama.
“Di situ, terdakwa diduga menyuruh notaris untuk memasukkan keterangan palsu ke dalam akta Perjanjian Kerja Sama,” ungkap JPU Nurhidayat membacakan dakwaannya.
Terdakwa Darmawan diduga meminta menuangkan dalam akta Perjanjian Kerja Sama untuk meyakinkan saksi korban, bahwa tanah yang akan dibangun itu diakuinya adalah milik terdakwa.
Namun, kata Nurhidayat, sertifikat kepemilikannya sedang dalam proses splitsing/pemecahan di Kantor Pertanahan Kota Bandung dan sedang dalam pengajuan proses Ijin Mendirikan Bangunan di Distarcip Kota Bandung.
“Kerjasama akhirnya disepakati. Selama proses pembangunan itu terdakwa sudah menerima uang dari Arief sebesar Rp500 juta sebagai modal dasar serta untuk alasan pengurusan splitsing dan IMB sebesar Rp. 145 juta,” ungkap JPU.
Di samping itu, Arief sudah mengerjakan pengurugan atas lahan yang terdapat di Jalan Cicukung, Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik untuk dibuat perumahan. Selain itu sudah dibangun empat unit rumah. Namun proses pembangunan terhenti tatkala proyek tersebut disegel pihak Distarcip Kota Bandung karena tidak memiliki IMB.
Diketahui dari situ sebetulnya terdakwa tidak pernah mengurus IMB atas proyek yang sedang dibangun itu dan proses splitsing yang disebutkan dalam akta tidak pernah diajukan oleh terdakwa Darmawan ke Kantor Pertanahan Kota Bandung. Diketahui pula bahwa Sertifikat Hak Milik No. 81/Kel. Sukamiskin yang asli tidak diketahui keberadaannya dan terdakwa Darmawan pun tidak menguasainya.
“Atas kejadian tersebut, dalam surat dakwaannya, JPU menyebut saksi (Arief M Lutfi) menderita kerugian Rp 3 miliar atau setidak-tidaknya Rp. 145 juta, sehingga melaporkannya ke Polda Jawa Barat,” kata Nurhidayat.
Atas perbuatannya tersebut, terdakwa diancam pidana pasal 266 KUHP tentang memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik dan 378 KUHP tentang Penipuan.***