BANDUNG – Beberapa guru besar banyak yang keberatan dengan Permenristek 20 Tahun 2017 yang mengatur tentang tunjangan dosen, termasuk tunjangan guru besar. Kewajiban publikasi karya ilmiah di jurnal internasional memang terasa memberatkan. Hal ini dirasakan dari aspek biaya dan akses.
Untuk bisa mempublikasikan jurnal ilmiah di jurnal internasional bereputasi, sudah menjadi rahasia umum, sedikitnya Rp12- 15 juta harus dirogoh oleh seorang guru besar. Sedangkan untuk bisa membuat karya ilmiah tentunya harus didasarkan pada penelitian yang bisa memakan biaya Rp100 juta . Hal ini melampaui tunjangan yang diterima oleh seorang profesor selama 1 tahun.
Anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana mengatakan, pemerintah perlu memfasilitasi banyak penelitian dengan birokrasi yang dipermudah. Juga tentunya perlu dikembangkan reward bagi dosen atau guru besar yang karya ilmiahnya telah dimuat dalam jurnal ilmiah internasional tersebut.
“Jadi, tidak cukup untuk merangsang produktivitas karya ilmiah. Pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti hanya menerapkan punishment, berupa ancaman untuk mencabut tunjangan bila seorang guru besar tak mampu menulis 3 karya ilmiah, dan satu karya ilmiah pada jurnal internasional bereputasi,” ungkap Kang Darus, sapaan Dadang Rusdiana, saat jadi narasumber diskusi “Memahami Kerisauan para Profesor Indonesia,” di Bandung, Kamis (18/2/17).
Menurut Darus, kebijakan ini bisa membuat profesor hanya sibuk meneliti untuk kepentingan karya ilmiah, sementara tugas mengajar ditinggalkan. “Maka tentunya Komisi X akan melakukan kajian dan pendalaman terhadap Permenristekdikti tersebut,” tandas Sekretaris Fraksi Partai Hanura DPR RI ini.
Apalagi, imbuh Darus, salah satu guru besar yang hadir pada diskusi menyebutkan bahwa Permen tersebut melampaui apa yang diatur oleh UU tentang Dikti, maupun UU tentang Guru dan Dosen.
Turut hadir jadi pembicara dalam diskusi yang digelar Persatuan Guru Besar Indonesia (Pergubi) Jabar, Direktur Karir SDM Dikti Prof.Bunyamin Maftuh, Guru Besar UPI Prof.Cecep Suherman, Guru Besar Unpas Prof.Benyamin Haris, dengan moderator Ketua Umum Pergubi Jabar Prof Rully Indrawan.