BALEBANDUNG – Memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-58 Kostrad, Balebandung.com ingin mengenang Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah, tokoh komandan legendaris, pendiri Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Gagasan dibentuknya Kostrad tercetus dari Kasad Jenderal A.H. Nasution pada tahun 1960, dengan keluarnya Skep Kasad No. KPTS.1067/12/1960 tgl. 27 Desember 1960, yang dipicu masalah Irian Barat yang pada waktu itu masih menjadi sengketa dengan Belanda.
Menanggapi Surat Keputusan Kasad dalam operasi merebut Irian Barat, akhirnya pada 6 Maret 1961 ditetapkan sebagai hari lahirnya Cadangan Umum Angkatan Darat (Caduad). Ketika itu Mayjen TNI Soeharto ditunjuk menjadi Panglima Korra I Caduad. Caduad kelak berubah menjadi Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad.
Menurut Dharmasena (1994: 34), Caduad lantas dilebur menjadi Komando Tjadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 15 Agustus 1963. Soeharto tetap menjadi panglimanya dan biasa disebut Pangkostrad. Di sekitar tahun 1965, Kostrad tidak punya pasukan tetap. Prajurit-prajurit cadangan Kostrad selalu dipinjam dari komando-komando daerah (kodam-kodam).
Orang-orang yang terlibat dalam pendiriannya, selain Soeharto, adalah Kolonel Achmad Wiranatakusumah—yang belakangan jadi kepala staf; Letnan Kolonel Slamet Sudibyo dan Kapten Suryo Jatmiko yang ditugasi menyusun Orgas Personel; Letnan Kolonel Muwardi yang ditugasi menyusun Orgas Teritorial; Letnan Kolonel Amir Mahmud yang ditugasi menyusun Orgas Latihan dan Operasi; Letnan Kolonel Soegoro yang ditugasi menyusun Orgas Logistik; dan Mayor Joko Basuki yang ditugasi menyusun Orgas Intelijen.
Achmad Wiranatakusumah
Letjen TNI (Purn) R Achmad Wiranatakusumah lahir di Bandung 11 Oktober 1925. Ia adalah putra dari Raden Aria Adipati Haji (R.A.A H) Wiranatakusumah V (kelima), bernama kecil Muharam, dijuluki pula Dalem Haji, menjabat Bupati Bandung Periode 1920 – 1931 dan Periode 1935 – 1945. Pada tahun 1945 ia diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Setelah itu ia diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung dari tahun 1945 sampai 1948, sebelum akhirnya menjadi Presiden Negara Pasundan, salah satu negara federal Republik Indonesia Serikat.
Ibunya bernama R. A. Sangkaningrat, seorang keturunan Bupati Sumedang, juga seorang politisi. Sangkaningrat merupakan anggota dewan perempuan pertama, dengan menjadi anggota Gemeenteraad (sekarang DPRD tingkat II) Kabupaten Bandung.
Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah, yang kerap disapa Aom Achmad oleh teman sebayanya, mengikuti jejak orangtuanya mengabdi kepada bangsa dan negara, tapi lewat jalur militer. Ia memainkan peran penting dalam berbagai peristiwa sejarah Indonesia, namun namanya tidak banyak tertulis dalam sejarah.
Sejak muda ia aktif di kepanduan, berlatih baris-berbaris di halaman Pendopo Bandung. Saat Jepang mulai menduduki Bandung, Achmad memergoki pasukan Belanda yang membuang senjata dan seragam ke Sungai Cikapundung. Setelah tentara Belanda menjauh, ia bersama kawan-kawannya segera lompat ke sungai dan mencari senjata buangan itu, lalu ia simpan di tempat tersembunyi.
Hal itu terus ia lakukan tanpa ada yang tahu. Kemampuannya menjaga rahasia ini rupanya sudah menjadi bakat bawaannya. Tak mengherankan jika di kemudian hari ia menyukai bidang intelijen.
Setelah kemerdekaan, ketika pembentukan laskar tumbuh marak di Kota Bandung, pasukan Achmad segera tampil menonjol karena memiliki persenjataan yang terbilang komplit. Ia tampil sebagai natural leader yang dihormati. Ia juga disegani karena mempunyai anggota pasukan yang loyal. Dalam hal ini, posisnya sebagai anak bupati ikut berpengaruh. Ia dikenal cerdik, belajar otodidak, menguasai bahasa Belanda dan Inggris.
Tidak semua anak menak mau jadi tentara dan ikut bergerilya. Oleh karena itu, pilihan hidup Achmad sangat dihargai anak buahnya. Untuk melengkapi persenjataan pasukan, ia bahkan rela menjual tanah warisan dari ibunya di Sumedang untuk dibelikan senjata.
Kekaguman Panglima TNI
Dalam acara “Peluncuran dan Bedah Buku Letjen TNI (Purn.) Achmad Wiranatakusumah: Komandan Siluman Merah,” Marsda TNI Kisenda Wiranatakusumah yang merupakan anak kelimanya mengatakan, bahwa jasa-jasa sang ayah tidak pernah tertulis dalam sejarah.
“Belum ada ahli sejarah yang menyebut ayah saya, padahal ayah saya berjasa bagi sejarah Indonesia,” ungkap Kisenda di Gedung Serbaguna Galeri Nasional, Jakarta, Jumat (1/3/19).
Achmad yang juga merupakan Deputi II Bagian Operasi Kolaga (Komando Mandala Siaga) ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia ini dikenal sebagai pribadi yang sederhana. “Ayah saya sangat sederhana, ayah saya tidak punya mobil pribadi,” kenang Kisenda yang juga menjabat Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang juga jadi pembicara menyatakan Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah merupakan satu di antara komandan legendaris TNI. Menurut Panglima, ia merupakan sosok prajurit TNI dari Pasukan Siliwangi yang sangat disegani. Ia dikenal cerdas, menguasai bahasa Belanda dan Inggris dengan belajar secara otodidak.
Selain pintar, Achmad adalah komandan yang bertanggungjawab dan rela berkorban demi pasukannya. Bahkan untuk melengkapi persenjataan pasukan, ia rela menjual tanah warisan dari ibunya di Sumedang untuk dibelikan senjata.
Panglima Hadi bilang, cerita kehidupan Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah bukan sekadar bagian dari catatan sejarah TNI dan bangsa, melainkan juga sumber inspirasi bagi generasi penerus.
“Beliau terkenal karena menjadi sikap, teladan, serta kepemimpinan yang menonjol. Tidak hanya di masa damai, tetapi juga di masa perang dan perjuangan,” puji Panglima.
Wakil Presiden keenam Republik Indonesia (1993-1998) Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno dalam buku tersebut menulis testimoni, “Pak Achmad adalah seorang pejuang sejati. Dia orang yang tepat menjabat di Wanhankamnas. Dia juga berjasa sebagai perintis atau penyusun kekuatan ketika kita akan menyatukan seluruh wilayah Indonesia, yaitu Tjaduad (Kostrad). Pribadinya adalah orang yang baik, intelek, tidak banyak omong, pendiam, dan yang penting kerja”.
Apa reaksi Soeharto ketika selesai sebagai Panglima Divisi Diponegoro? Bagaimana sikapnya sebagai Pangkostrad ketika wakilnya, yaitu Kepala Staf Kostrad, Kolonel Achmad Wiranatakusumah didaulat mengisi posisi di Komando Mandala Siaga saat Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia? Inilah salah satu kisah hubungan Achmad dengan Soeharto yang diungkap dalam buku Komandan Siluman Merah. bersambung ***
Mengingat Kostrad, Mengenang Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah (2)
Mengingat Kostrad, Mengenang Letjen TNI (Purn) Achmad Wiranatakusumah (3)