BANJARAN, Balebandung.com – Camat Banjaran Adjat Sudrajat mengapresiasi langkah pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang akhirnya merespon untuk mengatasi tersendatnya air Sungai Citarum di Curug Jompong dengan membangun terowongan kembar di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung.
Sebab menurut Adjat, permasalahan banjir akibat luapan Sungai Citarum di Kabupaten Bandung tidak akan tuntas sepanjang kemacetan air di Curug Jompong tidak diatasi. Buktinya, meski sudah dibangun Kolam Retensi Cieunteung, toh banjir masih melanda kawasan Baleendah, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang. Adjat mengaku gagasan yang selama ini ia wacanakan di media akhirnya gayung bersambut.
“Sudah lama memang saya menyuarakan gagasan agar ada penanganan di Curug Jompong, entah di forum-forum diskusi maupun melalui media. Seingat saya sejak tahun 2009. Saya wacanakan sejak dulu agar Curug Jompong ini diatasi, kalau tidak mau dipangkas atau disodet ya, dibikin saja arus lingkar Curug Jompong. Waktu itu ide saya memang dibuatkan saluran air baru melingkar untuk disambungkan ke Waduk Saguling,” kenang Adjat kepada Balebandung.com, Senin (25/2/19).
Gagasan Adjat untuk membuat arus lingkar Curug Jompong ini akhirnya direalisasikan dengan pembangunan terowongan kembar Curug Jompong atau yang lebih disebut Terowongan Nanjung oleh Presiden Jokowi.
“Kalau Curug Jompong ini tidak segera diatasi, banjir akan tetap melanda Bandung. Apalagi sekarang sudah dibuatkan tol air untuk mengatasi banjir di Kota Bandung,” kata dia.
Adjat kerap bersuara dalam wacana penanganan Sungai Citarum yang kerap membuat banjir Bandung. Sejak karirnya sebagai Kasi Pembangunan di Kecamatan Paseh, hingga menjadi Camat Dayeuhkolot, Camat Majalaya dan kini sebagai Camat Banjaran.
Adjat mengaku gagasan tersebut tak lepas dari cerita kearifan lokal budaya leluhur Sunda. Menurut tuturan cerita yang ia dapat, sejak dahulu kala memang Bandung Agung atau Bandung Raya sudah diterjang banjir akibat luapan Sungai Citarum. Sebab pada jaman Kerajaan Tarumanagara pun, Sungai Citarum itu sudah dikeruk dan dibuat saluran-saluran air baru demi kepentingan irigasi pertanian, sekaligus mengatasi banjir.
“Menurut cerita yang saya tahu, banjir akibat luapan Citarum itu sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram tahun 1719. Waktu itu banjir melanda yang dulunya masuk wilayah Kerajaan Tarumanagara. Lantas Sultan Agung Raja Mataram memerintahkan raja di Bandung Agung untuk mencari tahu apa penyebab Sungai Citarum banjir,” tutur Adjat.
Atas titah Sultan Agung, ada raja dari Garut atau Tatar Priangan yang sanggup bersemedi selama tujuh hari untuk menemukan penyebabnya.
“Hasil semedi Raja Garut, penyebab Sungai Citarum meluap itu ada di Curug Jompong. Maka Sultan Agung memerintahkan lagi agar memapas Curug Jompong. Namun baru saja mau memapasnya, salah satu dari delapan orang yang disuruh memapas itu malah mendadak meninggal di tempat,” kata Adjat.
Sejak itulah, tidak ada lagi yang berani untuk memapas Curug Jompong yang diperkirakan setinggi 8-11 meter itu.
“Makanya, kalau memang tidak boleh dipangkas karena di Curug Jompong itu ada situs, cara lain adalah dengan membuat saluran Lingkar Curug Jompong. Memang berupa kanal atau sungai baru lagi, tapi sekarang sudah diwujudkan dengan Terowongan Curug Jompong,” kata Adjat.
Ia pun berharap, dengan dibangunnya dua tunnel banjir di Curug Jompong Desa Nanjung Kecamatan Margaasih ini akan mampu menyelesaikan permasalahan banjir di Bandung Raya akibat luapan Sungai Citarum. Paling tidak menguranginya. ***
Menteri PUPR Targetkan Terowongan Curug Jompong Beres Akhir 2019
Sejak Kerajaan Tarumanegara, Bandung Raya dan Jakarta Sudah Jadi Langganan Banjir