JAKARTA – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengambil langkah besar dengan menunjuk Ledia Hanifa Amalia menggantikan posisi Fahri Hamzah untuk duduk di kursi Wakil Ketua DPR RI yang merupakan salah satu posisi prestisius di parlemen.
Ketua Departemen Bidang Hukum PKS, Zainudin Paru mengatakan rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat PKS telah memutuskan Ledia Hanifa Amaliah sebagai pengganti Fahri Hamzah menjadi Wakil Ketua DPR. “Wakil Ketua DPR Ledia Hanifa,” kata Zainudin di Jakarta, Rabu (6/4/16).
Dia mengatakan, rapat Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) juga menghasilkan keputusan yaitu mengangkat Mustafa Kamal sebagai Sekretaris Jenderal PKS menggantikan Taufik Ridho. Menurut dia, Abdul Hakim diangkat sebagai Wakil Sekjen PKS. “Sementara baru itu dulu di jajaran DPP dan penggantinya Fahri Hamzah di DPR,” ucapnya. Terkait pelantikan Ledia Hanifa tinggal menunggu mekanisme internal di DPR.
Ketua DPP PKS Bidang Media, Dedi Supriadi mengatakan rapat DPTP tersebut dilaksanakan pada Rabu (6/4/16) siang dipimpin Ketua Majelis Syuro PKS Salim Assegaf Al Jufrie.
Menerima Amanah Ketika PKS menunjuk Ledia untuk dicalonkan menempati posisi menggantikan Fahri Hamzah di pimpinan DPR RI, ia siap menerima amanah tersebut. “Bismillah, semoga Allah memudahkan segala urusan,” ujarnya saat dihubungi wartawan di Jakarta.
Dia mengatakan, dirinya dicalonkan dan ditetapkan untuk mengemban amanah Wakil Ketua DPR oleh Pimpinan PKS. Menurut Ledia sebagai kader PKS harus mempersiapkan diri untuk ditempatkan di posisi manapun.
Sosok Ledia
Ledia bukan orang baru di jajaran partai yang dikenal membina kadernya secara berjenjang dengan baik itu. Dikutip dari situs resmi Ledia, perempuan kelahiran 30 April 1969 itu bergabung dengan PKS sejak 1989 yang saat itu masih bernama Partai Keadilan. Memiliki latar belakang pendidikan sarjana Kimia dari Universitas Indonesia, ibu dari empat orang anak itu melanjutkan pendidikan Magister Fakultas Psikologi Universitas Indonesia pada 2000.
Memberikan perhatian di bidang pengembangan politik perempuan, Leida yang lahir di Jakarta itu pada 2005 hingga 2010 dipercaya sebagai Ketua Dewan Pengurus Pusat PKS bidang Kewanitaan. Ia mendorong didirikannya 4.500 pos Wanita Keadilan di 33 Provinsi saat itu.
Langkahnya di parlemen diawali ketika terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Bandung dan Kota Cimahi pada 2009. Dalam kiprahnya di parlemen pada periode 2009-2014, Ledia berada di Komisi IX DPR RI yang membidangi masalah kesehatan, ketenegakerjaan, kependudukan dan transmigrasi dan kemudian ditugaskan ke Komisi VIII yang membidangi masalah sosial, agama, bencana dan pemberdayaan perempuan serta perlindungan anak.
Di parlemen, Ledia juga aktif sebagai Ketua V bidang kehumasan di Kaukus Perempuan Parlemen RI periode 2009-2014, menjadi anggota forum parlemen Indonesia untuk kependudukan dan pembangunan 2009-2014, anggota majelis pertimbangan PP Ikatan Ahli kesehatan Masyarakat Indonesia serta Ketua III PP Wanita PUI.
Sejak 2011 hingga 2015, Ledia menjabat staf bidang kebijakan publik DPP Partai Keadilan Sejahtera. Pemikiran Ledia Banyak berkecimpung dalam pemberdayaan perempuan, khususnya di bidang politik, Ledia memiliki pemikiran yang mendorong agar perempuan Indonesia lebih berperan dalam berbagai bidang.
Dalam bukunya yang berjudul, “Kalau Mau, Kita Bisa”, yang ditulis pada 2011, Ledia menumpahkan pikirannya mengenai bagaimana seharusnya perempuan bisa lebih berperan dalan berbagai bidang kehidupan bangsa.
Dikutip dari tulisan di situs pribadinya, Ledia menilai langkah perempuan di parlemen, meski saat ini terbuka lebar dibandingkan masa-masa sebelumnya, namun bukan berarti tanpa tantangan. Salah satu tantangan perempuan di parlemen adalah menjawab keraguan kapabilitas dan kemampuan dalam meramu kebijakan-kebijakan legislatif untuk kemajuan bangsa.
“Kadang-kadang yang menohok saya adalah betapa kebanyakan orang, masyarakat kita, ternyata belum bisa melihat bahwa tidak semua perempuan anggota dewan sesungguhnya sedang ingin mengejar karier. Boleh jadi karena panggilan nurani. Bahkan dia harus mengorbankan sesuatu yang personal untuk kemudian memberikan kontribusi kepada masyarakat,” kata Ledia dalam tulisannya.
Ia menambahkan,”bukan berarti laki-laki tidak berangkat juga dari adanya panggilan nurani untuk memberikan kontribusi kebaikan pada masyarakat, tetapi persoalannya, dalam kultur kita, urusan domestik itu memang masih diserahkan hampir sepenuhnya kepada sosok ibu. Sehingga effort yang dilakukan oleh seorang perempuan ketika dia berada di ranah publik pastilah jauh lebih besar ketimbang dengan bapak-bapak itu. (Antara)