SOREANG, Balebandung.com – Para orang tua siswa SMPN 3 Soreang Kabupaten Bandung, mengeluhkan mahalnya biaya agar anak-anak mereka bisa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang digelar pada 22-25 April mendatang.
Untuk pelaksanaan UNBK, peserta didik dibebankan biaya sebesar Rp 600 ribu dan Rp 150 ribu untuk siswa yang membawa komputer jinjing (laptop).
“Walaupun enggak punya uang juga, yah kesana kemari cari pinjaman supaya anak saya bisa ikut UNBK. Dibilang enggak setuju yah mau bagaimana lagi itu sudah jadi keputusan pihak sekolah. Walaupun berat akhirnya diikuti saja keputusan itu,” kata Andi (bukan nama sebenarnya) salah seorang orang tua siswa SMPN 3 Soreang, Kamis (4/4/19).
Karena ia tak punya laptop, kata Andi, terpaksa harus membayar Rp 600 ribu. Uang tersebut, ia pinjam dari bosnya, dengan perjanjian dibayar dengan cara mencicil dari upahnya sebagai buruh konveksi di salah satu konveksi tak jauh dari tempat anaknya sekolah.
“Jangan lihat di daerah sini banyak pengusaha konveksi yang rumahnya besar-besar dan mewah dong. Tapi lihat juga orang tua siswa di sekolah itu enggak semuanya anak bos, tapi banyak juga anak kuli menjahit seperti saya. Tapi karena kami ini orang kecil enggak bisa apa apa, yah terpaksa saja diikutin aturannya,” ujarnya.
Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Maman Sudrajat mengaku terkejut dengan adanya pungutan yang tak lazim tersebut. Karena sejatinya, pihak Dinas Pendidikan sejak jauh hari telah mengeluarkan surat edaran. Surat edaran tersebut, berisi larangan kepada pihak sekolah agar tidak melakukan pungutan dalam bentuk apapun yang bisa memberatkan orang tua siswa dalam pelaksanaan UN.
Menurut Maman, alangkah baiknya jika pelaksanaan UN itu digelar sesuai kemampuan, misalnya belum siap untuk mengikuti UNBK, sebaiknya sekolah mengikuti Ujian Nasional Pensil Kertas (UNPK) saja.
“Terus terang saya juga kaget mendengarnya. Tentu saja akan kami dalami masalah ini. Dengan alasan apapun jangan memberatkan orang tua siswa dengan pungutan apapun, apalagi yang bisa bikin gaduh seperti ini, jelas tidak boleh. Itu sikap kami dari Disdik sudah jelas tidak memperbolehkan,” tandas Maman.
Maman menduga, pungutan biaya untuk pelaksanaan UNBK tersebut dilakukan berdasarkan improvisasi sekolah dengan pihak komite sekolah. Dengan tujuan agar sekolah mereka terkesan siap menggelar UNBK seperti sekolah lainnya. Padahal, jika memang tidak memungkinkan, sekolah lebih baik menggelar UNPK saja.
“Ini biasanya pihak sekolah ingin terlihat siap dan enggak tertinggal sama sekolah lain. Tapi kalau begitu caranya malah bikin gaduh. Padahal yah UNPK saja kalau memang belum siap,” ujarnya.
Maman melanjutkan, alangkah baiknya jika pihak sekolah yang tetap ingin menggelar UNBK ini, agar tidak memberatkan orang tua siswa. Adapun partisipasi orang tua siswa harus dilakukan benar benar sesuai kemampuan siswa. Bukan malah membebani orang tua siswa dengan sejumlah uang.
“Seperti di Baleendah itu bagus, jadi sebagian disiapkan dari sekolah dan sebagian lagi siswa yang punya laptop dibawa. Selain itu bisa juga meminjam ke SMA, yah tinggal kita ikut bayar listrik dan internetnya. Dananya bisa dari dana BOS juga itu atau kalaupun ada partisipasi dari orang tua siswa enggak akan terlalu besar,” urai Maman.
Maman menyebut pada tahun ini sekitar 42 ribuan siswa kelas 3 SMP negeri dan swasta di Kabupaten Bandung akan mengikuti UN. Dari jumlah sekolah sebanyak 323 sekolah negeri dan swasta ini, sekitar 200-an sekolah akan melaksanakan UNBK. Sedangkan sisanya masih tetap melaksanakan UNPK.***