SOREANG – Asisten II Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Sekertariat Daerah (Setda) Kabupaten Bandung, Marlan, meminta Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk mendatangi objek wisata pemandian air panas Walini di Kecamatan Rancabali, untuk mengetahui langsung apa yang jadi keresahan pengelola dan para pedagang di tempat itu. Pemerintah Kabupaten Bandung memiliki kepentingan untuk melindungi warganya yang kini merasa terusik dengan hadirnya pihak ketiga di tempat itu.
“Sebenarnya kekhawatiran atau ketakutan warga sangat beralasan. Bayangkan saja, mereka sudah puluhan tahun mencari nafkah di tempat itu, tiba-tiba sekarang ada pihak lain yang masuk. Nah, untuk memastikannya saya akan minta Disparbud untuk datang ke sana dan bertanya langsung pada para pedagang pengelola warga di sana itu,” kata Marlan, Jumat (5/1/18).
Selain kepada warga dan pengelola, imbuh Marlan, pihaknya juga akan meminta keterangan kepada PTPN VIII mengenai kerjasama mereka dengan pihak swasta. Hal ini harus diketahui oleh Pemkab Bandung, karena jangan sampai kehadiran pihak swasta di tempat itu menyisihkan keberadaan para pedagang dan pengelola yang memang penduduk asli sekitar.
Tak hanya itu saja, lanjut dia, Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Pemerintah Kabupaten Bandung juga harus menjadi bagian dari kesepakatan antara pihak PTPN VIII dengan swasta tersebut. Jika memang dalam perjanjiannya terdapat indikasi yang bisa merugikan penduduk setempat, serta melanggar berbagai aturan yang ada, lebih baik Pemkab Bandung tidak mengeluarkan rekomendasi perizinan dari tempat tersebut.
“Kami juga akan meminta klarifikasi atau bertanya kepada pihak PTPN VIII soal kerjasama mereka dengan swasta itu. Sejauh mana kerjasamanya. Kalau misalnya benar akan diambil alih swasta pastinya bakal mengganggu usaha warga. Kan bisa saja setelah sama swasta uang sewa stan atau kiosnya dinaikkan, kalau begitu memberatkan pedagang. Atau bahkan kemungkinan terburuknya para pedagang dan pengelola terusir dari sana. Itu tidak boleh terjadi, penduduk setempat harus tetap punya peran di bidang pariwisata di kampung halamannya sendiri,” papar Marlan.
Menurutnya, keterlibatan penduduk setempat dan juga aturan soal PAD untuk Pemkab Bandung. Itu mutlak harus dilakukan. Makanya pihaknya pun mendorong revisi Peraturan Daerah (Perda) Pariwisata, agar di dalam salah satu pasalnya memasukan kewajiban soal pemberdayaan penduduk setempat dan soal PAD dari berbagai tempat wisata yang ada di wilayahnya.
“Memang saat ini juga MoU antara Pemkab dengan PTPN VIII dan Perhutani. Tapi memang belum ada realisasi langsung di lapangannya. Nah, ini yang harus dipikirkan bersama, agar Pemda juga dapat PAD dari berbagai objek wisata ini. Karena walaupun objek wisata itu ada kawasan Perhutani dan PTPN VIII. Tapi kan tetap yang menyediakan infrastruktur jalan dan lainnya itu oleh pemerintah daerah. Jadi yah harus ada sharing profit juga dengan Pemda. Kuntungan itu kan kami kembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan,” urainya.
DPRD Kabupaten Bandung pun meminta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab Bandung tidak mengeluarkan rekomendasi perizinan kepada pemegang Hak Guna Usaha (HGU) atau sejenisnya terhadap objek wisata pemandian air panas Walini, sebelum adanya kejelasan manfaat untuk warga sekitar dan juga Pendapatan Asli Daerah (PAD) kepada Pemkab Bandung.
“Pengembangan kawasan wisata itu penting, tapi apa gunanya kalau justru mengancam keberadaan masyarakat lokal yang telah puluhan tahun mencari nafkah di tempat itu. Sehingga pengembangan suatu kawasan itu tidak boleh mengabaikan masyarakat sekitar. Kemudian harus ada kejelasan juga sebesar apa kontribusi untuk PAD-nya,” kata Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bandung Praniko Imam Sagita.[]