BANDUNG – Pemkot Bandung menegaskan tidak akan tinggal diam dengan pelanggaran hak-hak beribadah yang dilakukan oleh oknum organisasi kemasyarakatan berbasis agama.
Sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai toleransi dan Pancasila, Pemerintah Kota Bandung akan menindak tegas pelanggaran-pelanggaran yang mengganggu kenyamanan dan ketertiban di masyarakat.
Wali Kota Bandung, M. Ridwan Kamil mengungkapkan pihaknya telah melakukan kajian dan melakukan penelusuran fakta terkait isu pelanggaran hak beribadah bersama kepolisian, kemiliteran, Kementerian Agama, dan Forum Antar Umat Beragama (FKUB) Kota Bandung.
Berdasarkan pertemuan tersebut, penyelenggaraan kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang dilaksanakan di Sabuga tidak melanggar aturan dan memang tidak memerlukan ijin penyelenggaraan, melainkan sebatas pemberitahuan kepada kepolisian.
“Kegiatan beribadah itu tidak perlu pakai izin. Cukup dengan surat pemberitahuan. Jadi kalau ada yang menyatakan bahwa harus pakai izin-izin itu tidak betul,” jelas Ridwan Kamil di Trans Luxury Hotel usai jadi pembicara pada Konvensi Nasional Akuntansi, Jumat (9/12/16).
Walikota menjelaskan, kegiatan peribadatan yang insidental boleh menggunakan fasilitas-fasilitas umum, seperti gedung atau balai pertemuan. Hal tersebut berlaku untuk semua agama.
“Menggunakan gedung umum untuk ibadah itu diperbolehkan selama itu insidentil, bukan rutin. Kalau dibilang KKR ini harus di gereja, itu kurang tepat karena itu adalah insidentil, setahun sekali, bukan yang sifatnya rutin,” terang Ridwan.
Di sisi lain sebagai negara demokrasi, imbuh Emil, diirinya pun tak bisa melarang upaya unjuk rasa atau bentuk upaya ekspresi pendapat lainnya. Maka kegiatan demonstrasi, kata dia, selama menggunakan cara-cara yang baik tetap diperkenankan.
Kendati begitu Emil menyayangkanaksi penolakan tersebut harus masuk ke dalam tempat pelaksanaan ibadah. Menurutnya, itu yang menjadi kesalahan. Ia pun mengutip Pasal 175 dan 176 KUHP, yang menyatakan bahwa:
1. Pasal 175: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
2. Pasal 176: Barang siapa dengan sengaja mengganggu pertemuan keagamaan yang bersifat, umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan atau upacara penguburan jenazah, dengan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.
Untuk itu, Pemkot Bandung akan melakukan tindakan hukum berdasarkan Pasal 60 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan KUHP tersebut. Namun, pemberian sanksi akan diawali dengan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam UU tersebut.
“Karena itu, Pemerintah Kota Bandung Akan mengirim surat kepada ormas-ormas, khususnya yang memasuki ruang ibadah di KKR kemarin, untuk memberikan surat pernyataan tidak akan melakukan lagi memasuki tempat ibadah agama lain. Kalau mereka tidak menandatangani tidak akan melakukan lagi tindakan itu, maka Pemkot Bandung akan menempuh jalur hukum sesuai dengan Undang-undang Ormas dengan KUHP-nya,” tegas walikota.