BANDUNG – Pemerintah Provinsi Jawa Barat konsisten menerapkan perizinan Kawasan Bandung Utara/KBU sesuai Perda No.2/2016 tentang Pedoman Pengendalian Kawasan Bandung Utara sebagai Kawasan Strategis Provinsi Jawa Barat.
Ketua Harian BKPRD (Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah) Provinsi Jawa Barat, Denny Juanda mengatakan, konsistensi penerapan tersebut adalah fakta valid yang kontra dengan informasi yang menyebutkan adanya rekomendasi izin pembangunan 35 hotel di KBU.
“Berdasarkan hasil rapat terakhir BKPRD pada Selasa, 13 Juni 2017 di Gedung Sate, rekomendasi KBU pembangunan hotel hanya empat buah yang disetujui. Kami baca di salah satu media cetak bahwa telah terbit rekomendasi KBU untuk 35 hotel, itu sama sekali tidak benar,” jelas Denny yang juga Asisten Daerah II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Jawa Barat di Bandung, Ahad (2/7/17).
Menurutnya, rapat tersebut juga memutuskan, dari total keseluruhan permohonan rekomendasi KBU yang diajukan ke Pemprov Jabar, hanya 53 usulan saja yang telah diproses BKPRD Jabar.
Adapun rinciannya adalah (a) Rekomendasi Kelompok Rumah Tinggal total 32 Rekomendasi KBU, (b) Rekomendasi Kelompok Non Rumah Tinggal total 18 Rekomendasi KBU yaitu Hotel (4), Ruko atau Rumah Toko (4), Rukan atau Rumah Kantor (4), Pondok pesantren (1), Menara Telekom (1), Pondokan/guest house (2), dan Kompleks Perumahan (2).
“Kemudian poin c yakni rekomendasi untuk Kelompok Alih Manfaat, total dua rekomendasi yaitu rumah tinggal menjadi galery satu izin dan rumah tinggal menjadi Rumah Kos satu,” sambungnya.
BKPRD juga memutuskan tidak merekomedasikan satu usulan bangunan karena sudah selesai dibangun 100 % dan saat ini sedang disegel Pemerintah Kota Bandung.
“Pemprov Jabar sangat berkomitmen dalam penyelamatan lingkungan di KBU. Sejauh ini, tahapan rekomendasi KBU sangat ketat dan selektif, saya pastikan seluruh rekomendasi KBU yang disetujui telah sesuai Perda Nomor 2 Tahun 2016,” tandasnya.
Denny menegaskan, proses rekomendasi KBU dari Provinsi merupakan prasyarat mendapatkan IMB dari kabupaten/kota di KBU, yang mana seluruh prosesnya sangat ketat dengan sejumlah persyaratan wajib dipenuhi.
Syarat utamanya adalah koefisien dasar bangunan 20 banding 80 yaitu 20% untuk bangunan dan 80% untuk penghijauan. Bangunan itu termasuk mencakup gedung dan jalannya.
Makin ke wilayah atas KBU, porsi bangunan makin kecil bahkan bisa nol persen. BKPRD bahkan akan langsung menolak rekomendasi jika di atas objek lahan sudah berdiri bangunan.
Selanjutnya, kajian teknis dalam proses Rekomendasi KBU di tingkat provinsi termasuk pengecekan lapangan menjadi bagian utama tugas Kelompok Kerja (Pokja) bersifat teknis multisektor sesuai kebutuhan.
Mereka antara lain terdiri dari dinas-dinas terkait yaitu Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perumahan dan Permukiman, Dinas Perhubungan, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan,yang dikoordinasikan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) serta unsur dari Sekretariat Daerah.
“Keberadaan Pokja menjadi penyaring lapis pertama yang sangat detail teknis sebelum benar-benar diplenokan dalam rapat BKPRD. Rapat Pleno BKPRD dipersiapkan Tim Pokja BKPRD yang bertugas melakukan telaah strategis kebijakan pembangunan, termasuk pengecekan lapangan oleh Pokja BKPRD yang terdiri dari unsur petugas dari hampir seluruh OPD/Biro Pemprov Jabar sesuai kebutuhan dan persoalan yang dihadapi,” katanya.
Kemudian, berdasarkan telaah akhir Pokja BKPRD tersebut, maka akan dibahas pada suatu rapat pleno BKPRD yang dihadiri seluruh anggota BKPRD dan undangan para pakar sesuai kebutuhan guna memutuskan pemberian/penolakan rekomendasi izin pembangunan di KBU.