
PADALARANG – Human trafficking merupakan bentuk perbudakan modern dan industri paling menguntungkan dibanding kejahatan trans nasional terorganisir lainnya. Pelakunya pun beragam lapisan, dilakukan oleh berbagai kelompok besar dan kecil, bahkan oleh anggota keluarga sendiri.
Karenanya, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan mengungkapkan kepeduliannya pada Pertemuan Teknis Pengembangan Jejaring Kerjasama Pencegahan Penanganan Korban Traffiking dan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di 10 Provinsi Anggota Mitra Praja Utama (MPU) Tahun 2016 di Mason Pine Kota Baru Parahyangan, Selasa (26/4/16).
Human Traffiking menurut Netty merupakan komoditi manusia yang dijual, dibeli dan diperlakukan secara kejam berulang kali untuk meningkatkan margin keuntungan. Tidak seperti narkoba sekali pakai habis. Hal tersebut disebabkan adanya kerentanan keluarga, pendidikan, budaya, pernikahan dini, power relation, perspektif anak terhadap anak, pergeseran nilai dan kemiskinan.
“Disadari bersama masih adanya tantangan yang dihadapi seperti pemahaman dan kesadaran masyarakat masih rendah, komitmen para pemangku kepentingan tidak merata, dukungan sumber daya masih terbatas, koordinasi dan kerjasama lintas sektor yang masih rendah, penegakan hukum yang masih harus ditingkatkan dan belum tersedianya data terpadu tentang TPPO” paparnya.
“Prinsip penanganan harus merujuk pada kepentingan korban dan kata kuncinya adalah sinergi, adanya kerjasama dari hulu ke hilir yang harus dijalin dengan berbagai pihak dalam melakukan upaya pencegahan dan promotif serta upaya kuratif dan rehabilitatif,” lanjut Netty.
Maka yang dapat dilakukan oleh kita bersama, harap Netty adalah dengan melakukan pengembangan dan peningkatan jejaring dengan lembaga penyedia layanan di setiap provinsi (sebagai daerah transit/tujuan trafficking), adanya penyusunan/penguatan/pembaruan MoU antar provinsi, penyediaan anggaran sharing antar provinsi dalam pelayanan, kejelasan kontak person yang tertuang dalam MoU.
“Serta dengan adanya alur penanganan di daerah transit/tujuan yang merujuk SPM dan optimalisasi masyarakat/komunitas/paguyuban sunda di berbagai daerah/provinsi,” kata Netty.
Rapat Koordinasi Teknis Anggota Mitra Praja Utama (MPU) Tahun 2016 dihadiri oleh Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Banten. Rakor yang dilaksanakan selama dua hari dari tanggal 25-26 April 2016 dan dibuka Sekda Jabar.