
CIMENYAN – Politisi senior yang juga Ketua DPW Partai Berkarya Jawa Barat Eka Santosa mengaku dirinya cukup lama berkontemplasi saat meracik konsepsi Trisakti Proklamator RI Bung Karno dengan Trilogi Pembangunan Bapak Pembangunan Suharto.
“Butuh pemikiran mendalam dan serius saat meracik perpaduan warna Trisakti dan Trilogi pembangunan ini. Bersyukur, banyak yang menerima. Namun, harus dikaji terus, untuk disempurnakan,” ungkap Eka ditemui di kediamannya Kawasan Ekowisata dan Budaya Alam Santosa, Pasir Impun, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Selasa (13/6/17).
Perpaduan dua warna konsep ini pun ia sampaikan saat mengikuti Rapimnas II Partai Berkarya di DPP Jakarta, Ahad (11/6) lalu. “Responnya, disambut positif saat dibahas di DPP,” ujarnya.
Menurut Eka, sudah saatnya, rekonsiliasi nasional harus terwujud secara nyata. “Obyektif saja, kini rakyat merindukan rasa aman dan nyaman seperti jamannya Pak Harto dulu. Termasuk keamanan dalam beribadah, serta terjaminnya kebutuhan dasar sandang, pangan, papan dan kesehatan,” ungkapnya. ”Kita tidak bisa hidup terlalu lama dalam suasana penuh utopis dan indoktrinasi,” imbuh Eka.
Kedua konsep ini ia gulirkan sejak dirinya diangkat oleh Ketua Umum Partai Berkarya, Neneng A Tutty, S.H (8/6), dengan mandat dari putra HM Soeharto, Hutomo Mandala Putra (HMP). Sejak digulirkan, perpaduan konsep ini jadi pembicaraan para pengamat dan praktisi politik. Tapi Eka punya keyakinan konsep Trilogi Pembangunan ini bisa dipadukan dengan pidato Trisakti Presiden Soekarno tahun 1963.
”Ini dahsyat bila dipadukan, mengukuhkan kembali Pancasila sebagai ideologi negara secara utuh. Dalam dua paham itu ada plus-minusnya, tapi titik tumpunya mensejahterakan rakyat. Pancasila harus mampu memanusiakan manusia Indonesia seutuhnya, bukan yang kearab-araban atau kebarat-baratan!” tandasnya.
Konsep Trisakti, kata Eka, menyiratkan kandungan kedaulatan secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara sosial budaya. Sedangkan kandungan warna lanjutannya, bertumpu pada konsep Trilogi Pembangunan, yakni stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan ekonomi tinggi, serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.
“Ini ibarat rekonsiliasi secara ideologis. Jadi, bila racikan Pasir Impun saya ini berimbas pada kemaslahatan bangsa dan negara, mengapa tidak saya terima Partai Berkarya?” pungkasnya.
Eka pernah berkiprah sebagai Ketua DPRD Jabar (1999 – 2004), dan anggota Komisi II DPR RI (2004 – 2009) dari Fraksi PDI Perjuangan. Terakhir sebagai Ketua DPW Partai NasDem Jabar (2013 – 2015). Hingga kini Eka jadi pegiat budaya dan lingkungan hidup sebagai Ketua Umum di Gerakan Hejo, Forum DAS (Daerah Aliran Sungai) Citarum, dan Sekjen BOMA (Baresan Olot Masyarakat Adat) Jabar.***