
SOREANG – Keberhasilan dari kepemimpinan Bupati Bandung periode 1990-2000 Kol. CZI.H.U Hatta Djatipermana, S.Ip secara personal mengarah pada gaya dan sikapnya yang mencoba untuk menjadi seorang demokrat kepada masyarakat, aparat dan lembaga-lembaga lainnya.
Kelebihan lain dari gaya kepemimpinan Hatta adalah mengarah pada kemampuannya untuk bekerja keras dan disiplin dalam melaksakan suatu program, serta kemampuan yang membaja untuk membawa masyarakat Kabupaten Bandung ke arah kemajuan, sesuai amanah yang dijanjikannya pada saat disumpah.
Menurut Bupati Bandung ke XIV ini, disiplin saja belum cukup sebagai modal dalam pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan. Pekerja keras dalam menghadapi tantangan dan persoalan merupakan refleksi diri Bupati Hatta.
Visi pada masa pemerintahannya adalah “Membangun Masyarakat yang Sejahtera, Cerdas, Tertib, Demokrasi, Bersih dan Menegakkan Pemerintahan yang Berlegitimasi dengan Mengedepankan Supremasi Hukum dan Keadilan”.
Selama menjabat sebagai bupati, Hatta mengawali kepemimpinannya dengan melahirkan program “Tahun Kualitas, Satata Sariksa, Bupati Saba Desa, Sautas dan Program Jaga Bumi”.
Makna program Tahun Kualitas yang digulirkan oleh Hatta pada tahun 1990 mengarah pada pengertian membangun kualitas manusia baik secara mental, teknis kerja maupun wawasan yang berguna untuk mendorong pembangunan yang berkualitas baik dalam proses pelaksanaanya maupun hasilnya.
Tujuan dari Tahun Kualitas yang dibangun olehnya adalah menciptakan, mencetak dan mendorong aparat yang berbobot dan menciptakan suasana kerja kondusif bagi gerak langkah pembangunan. Ruang lingkup dari tujuan Tahun Kualitas mencakup seluruh aspek kehidupan aparat pemerintah di daerah dalam menyelenggarakan bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
Pada tahun 1992 programnya yang dijadikan andalan pada masa kepemimpinannya adalah Satata Sariksa (Sarasa). Program ini berakar pada kultur masyarakat, yang terpola dalam kehidupan kolektifisme. Pola kehidupan yang yang mementingkan hubungan emosional dan batiniah. Satata Sariksa memiliki etos kebersamaan, kegotongroyongan masyarakat yang loyal pada kepentingan umum daripada mementingkan pribadi atau golongan.
Sasaran Program Satata Sariksa terdiri atas 3 hal :
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
2. Mencegah kebocoran anggaran atau keuangan
3. Menciptakan pembangunan infrastruktur yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Bandung di Soreang pada masa Bupati H.U. HATTA di tahun 1990-1992 dirampungkan. Lokasi perkantoran berada di Desa Pamekaran Kecamatan Soreang seluas 24 Ha, dengan menampilkan artsitektur khas gaya Priangan sehingga komplek perkantoran ini disebut-sebut sebagai komplek perkantoran termegah di Jawa Barat.
Pembangunan fasilitas lain seperti Masjid Agung Soreang (Al-Fathu), Lapang Upakarti, Kantor DPRD Kabupaten Bandung, kantor-kantor dinas, lembaga lain dan fasilitas olahraga. Pada masanya dibangun pula Patung Monumen perjuangan di depan Gedung Moh. Toha yaitu “Esa Hilang Dua Terbilang” Patung Pejuang dan Rakyat Petani dipertigaan Soreang-Banjaran.
Untuk menjaga keseimbangan lingkungan diadakan program penghijauan dengan penanaman 1.000 pohon, areal pesawahan yang ada di Kota Soreang bertujuan sebagai paru-parunya Kota Soreang.
Rencana yang sempat digaungkan pada masa pemerintahannya diantaranya program membuat sarana olahraga stadion bertempat di Desa Cingcin yang ia beri nama “Stadion Aang Witarsa” atlet sepakbola legendaris asal Soreang yang menjadi pemain sepak bola tingkat internasional melawan Uni Soviet.
Program sarana olahraga ini ia sebut “Tool to The Cingcin” artinya Cingcin Komplek Olahraga (stadion lapangan terbuka dengan fasilitas kolam renang dan gedung tertutup) berdekatan dengan terminal dan pasarnya dipindahkan dekat Terminal Cingcin. Dari sanalah Soreang menjadi sebuah kota dengan nama Kota Soreang, komplek-komplek perumahan pun dibangun.
Sumber : Penelusuran Sejarah Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 1846 – 2010