CIANJUR – Asian Development Bank (ADB) mengevaluasi implementasi program Citarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Program ini ditujukan guna meningkatkan kapasitas pengelolaan TNGGP yang juga menjadi salah satu wilayah hulu Sungai Citarum. Untuk mengevaluasi implementasi program tersebut diselenggarakan kegiatan FGD Terminal Evaluation Report (TER) yang difasilitasi ADB di Hotel Yasmin Puncak Cianjur, Jumat (22/4/16).
Sebelumnya Global Environment Facility (GEF) melalui ADB telah memberikan hibah selama 5 tahun yang akan berakhir tahun 2016 ini kepada Balai Besar TNGGP melalui program CWMBC.
Ada empat komponen program CWMBC tersebut antara lain penguatan data keanekaragaman hayati dan sistem manajemen taman nasional; restorasi dan pemulihan hutan; pengembangan dana berkelanjutan melalui mekanisme imbal jasa lingkungan; serta pemberdayaan masyarakat dan model desa konservasi.
FGD dibuka Kepala BBTNGGP Ir. Suyatno Sukandar, M.Sc dan diikuti oleh peserta dari pejabat dan staf BBTNGGP, Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KLHK, Bappeda Kabupaten Cianjur, dan masyarakat petani.
Dalam kesempatan tersebut Konsultan ADB Dr Hikmat Ramdan yang juga Dosen di SITH ITB menjelaskan tujuan evaluasi implementasi program CWMBC untuk mengeksplorasi berbagai capaian dan permasalahan program tersebut secara langsung dari para pihak terkait.
Peserta FGD yang dipandu Dr Endang Hernawan (Ketua Prodi Magister Biomanajemen ITB) umumnya mengharapkan program tersebut bisa dilanjutkan dengan membenahi beberapa hal, misalnya (a) koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat ditingkatkan; serta (b) proses transfer pengetahuan dan teknologi dengan tenaga ahli yang lebih baik.
Di akhir kegiatan, Dr Hikmat Ramdan menyoroti pentingnya keberadaaan taman nasional tersebut sebagai salahsatu wilayah hulu Sungai Citarum dalam menyediakan berbagai jasa ekosistem yang menyangga sistem kehidupan masyarakat, seperti air, udara bersih, biodiversitas, wisata alam, dan simpanan karbon.
“Oleh karena itu upaya pelestarian kawasan konservasi harus didukung oleh semua pihak dan diintegrasikan dengan program pembangunan daerah setempat,” kata Hikmat.
Pihak TNGGP dan Pemerintah Kabupaten Cianjur pun telah membuat kesepakatan dengan 12 desa yang berada di empat kecamatan untuk melanjutkan program normalisasi hulu DAS Citarum. Nota kesepakatan pun ditandatangani Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar Soleh. Ke-12 desa adalah Desa Tegallega dan Kebonpeuteuy di Kecamatan Gekbrong, Desa Padaluyu, Cirumput, Sukamulya, Galudra, Sarampad, dan Sindangjaya (Kecamatan Cugenang), Desa Ciputri dan Sukatani (Kecamatan Pacet), Desa Ciloto dan Cimacan (Kecamatan Cipanas).
Bupati Cianjur Tjetjep Muchtar Soleh berjanji membantu program lanjutan dari TNGGP untuk memulangkan sisa penggarap sebanyak 600 orang. Menurut Tjetjep, program ini akan bekerja sama dengan lembaga dan dinas yang ada di pemerintah Kabupaten Cianjur. “Ada enam dinas yang bisa mengalihkan program ke kawasan hulu DAS Citarum dalam bentuk kerja sama,” kata Tjetjep.
TNGGP akan menyelesaikan program lima tahun normalisasi hulu Daerah Aliran Sungai Citarum. Selama lima tahun, TNGGP telah membuat 300 penggarap lahan turun gunung dari total 900 penggarap.
Kerja sama dengan Asia Development Bank antara lain dengan memberikan penguatan ekonomi kepada 300 petani penggarap di 12 desa yang berbatasan dengan wilayah konservasi TNGGP. Masalah DAS Citarum adalah keselamatan Bandung dan Jakarta secara umum. Apalagi Sungai Citarum mendapat predikat terburuk di dunia.
Untuk menurunkan para penggarap yang sudah puluhan tahun menggarap di kawasan TNGGP bukan persoalan gampang. TNGGP harus mencarikan mata pencaharian, membantu perekonomian, dan membangun satu program hutan utuh agar masyarakat bisa hidup. Antara lain dengan memberikan modal peternakan kelinci, kambing, dan sapi. Membina usaha wisata alam, seperti pemandu, guest house, dan warung.
Untuk menurunkan 300 dari 900 orang yang menggarap di hulu, pihak ADB menggelontorkan bantuan sebesar Rp 5,2 miliar untuk 6 tahun.