BANDUNG – Ribuan guru honorer se-Indonesia yang mengajar di sekolah negeri terancam tidak bisa mencairkan tunjangan sertifikasi guru gegara diberlakukannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 79/2015.
Salah satu syarat yang tercantum dalam Permendikbud tersebut menyebutkan untuk guru bukan PNS pada sekolah negeri, harus memiliki surat keputusan (SK) pengangkatan dari bupati/walikota, masa kerja minimum dua tahun secara terus menerus yang dibuktikan dengan SK dimaksud.
“Sementara bupati/walikota tidak mau menerbitkan SK pengangkatan, karena dikhawatirkan menjadi beban daerah dalam masalah penggajian dan tunjangan lainnya,” ungkap anggota Komisi X DPR RI Dadang Rusdiana kepada Balebandung.com, usai berdialog dengan ratusan guru dan pegawai honor kategori 2 di Gedung PGRI Jawa Barat, Minggu (17/4/16).
Dengan demikian, imbuh Dadang, banyak guru honor yang bekerja di sekolah negeri sulit mendapatkan sertifikasi atau sudah mendapatkan sertifikasi tapi kemudian tunjangan profesi gurunya tidak cair lagi setelah terbit Permendikbud tersebut.
Menurut Darus, sapaan Dadang Rusdiana, hal ini pun sempat dibahas dalam pertemuan Kemendikbud dengan dinas pendidikan kabupaten/ kota di wilayah regional barat di Palembang 7 April 2016. Hadir pula waktu itu beberapa kabupaten/kota dari Jawa Barat yang mengusulkan agar Permendikbud yang mensyaratkan SK pengangkatan harus diterbitkan bupati/walikota untuk ditinjau ulang.
Namun saat itu dari pihak Kemendikbud tetap bersikukuh, bahwa secara legal yang berhak mengangkat pegawai itu adalah pejabat pembina kepegawaian yaitu bupati/ walikota atau Dinas Pendidikan atas pendelegasian kewenangan dari bupati/walikota. Jadi masing-masing punya penafsiran yang berbeda atas masalah ini.
“Solusinya, pemerintah harus menerbitkan Peraturan Pemerintah agar terjadi kepastian hukum, sehingga nasib guru honor yang hari ini cukup memprihatinkan, jangan diperberat lagi dengan aturan-aturan yg menyulitkan. Ketika PP diterbitkan, maka tentunya bagi bupati/walikota termasuk menteri harus patuh dan mengikutinya. Beda dengan peraturan menteri,” tandas Sekretaris Fraksi Hanura DPR RI ini.
Nantinya, imbuh dia, soal kekhawatiran kepala daerah terkait pengangkatan guru honor bakal membebani APBD, menurutnya hal itu pun bisa diatur oleh PP, bagaimana konsekwensi dari pengangkatan tersebut yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.
“Atau saya sarankan guru untuk ditarik kembali menjadi kewenangan pemerintah pusat, walaupun tentunya harus merevisi sebagian pasal dari beberapa undang-undang,” sebutnya.
Tetapi mengingat betapa pentingnya kedudukan guru dalam pembangunan SDM, wacana guru ditarik menjadi kewenangan pusat harus dibicarakan secara intensif, selain dalam jangka pendek bisa dibuat PP, kalau ternyata menteri tidak mau mencabut Permendikbud.
“Tentunya nanti dalam raker dengan Mendikbud, saya akan bahas tuntas agar semuanya menjadi jelas dan ada solusi,” pungkas Darus. [iwa]