SUMURBANDUNG – Sebagai rumah sakit yang berada di ibu kota Provinsi Jawa Barat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung tidak hanya melayani pasien di Kota Bandung saja, tapi juga hampir di seluruh wilayah Jawa Barat, terutama Kabupaten Bandung dan Sumedang. Setiap hari, setidaknya 1.800 orang memadati rumah sakit tersebut. Kondisi ini menuntut RSUD Kota Bandung untuk terus meningkatkan fasilitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Saat ini, RSUD Kota Bandung tengah dalam proses menaikkan kelas rumah sakit, dari kelas C menuju kelas B. Hampir seluruh persyaratannya telah terpenuhi, seperti jumlah tempat tidur yang minimal berjumlah 200. Pada awal 2016 lalu RSUD telah menggenapkan jumlah sebanyak 240 tempat tidur. Dilihat dari segi akreditasi, RSUD Kota Bandung telah mendapat nilai ‘Utama’.
Direktur RSUD Kota Bandung Taat Tagore Diah Rangkuti mengatakan, pada 14-15 Juni mendatang rumah sakit akan melaksanakan penilaian remedial untuk memperoleh predikat rumah sakit ‘Paripurna’.
“Kita targetkan untuk menjadi rumah sakit bintang lima,” ungkap Taat saat Bandung Menjawab di Media Lounge Balai Kota, Kamis (9/6/16). Saat ini, RSUD Kota Bandung berstatus sebagai rumah sakit bintang empat.
Taat mengakui RSUD tengah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara kualitas, RSUD tengah mendidik beberapa perawat untuk dapat mengoperasikan Neonatal Intensive-Care Unit (NICU). RSUD memiliki 7 NICU, namun baru 3 yang dioperasikan. “Target kita minimal lima dulu. Karena perawatnya tidak bisa sembarangan,” terang Taat.
Sementara itu, dari segi kuantitas rumah sakit tengah mencari dokter-dokter sub-spesialis baru. Pemenuhan jumlah dokter sub-spesialis tersebut ditujukan untuk memenuhi syarat menjadi rumah sakit kelas B. Setidaknya, harus ada dua dokter sub-spesialis bedah, anak, obgyn (kandungan), dan penyakit dalam. “Beberapa di antaranya kita baru punya satu,” sebut Taat. Jumlah total SDM yang dimiliki RSUD saat ini sebanyak 800 orang yang terbagi ke dalam 5 shift, sesuai dengan peraturan dari Kementerian Kesehatan.
Salah satu dampak dari banyaknya pengunjung rumah sakit adalah selain keterbatasan ruang tindakan medis adalah terbatasnya kesediaan lahan parkir. Sebab menurut Taat, rata-rata pasien diantar oleh dua orang. Setiap hari ada 600 pasien rawat jalan. Jika diantar masing-masing oleh 2 orang, maka ada 1.800 orang yang berkunjung ke rumah sakit.
“Kalau tiap pasien diantar dengan kendaraan pribadi, bisa kebayang kan kebutuhan lahan parkirnya berapa,” ujar Taat. Solusi jangka pendek yang digagas Taat adalah mengajak masyarakat sekitar rumah sakit yang memiliki lahan kosong untuk menyediakan tempat parkir. Nantinya, keluarga pasien bisa menitipkan kendaraannya di lahan tersebut. “Bentuknya nanti seperti valet. Kita sediakan petugas valet-nya,” tandasnya.