MAJALAYA – Jawaban lebih realistis dari judul di atas sepertinya tak ada pilihan, selain harus siap! Potensi ancaman seperti itu bukan isapan jempol. Mengingat kondisi lahan kritis di wilayah hulu Citarum yang kian parah. Sedangkan geomorfologi Citarum Hulu dengan 4 Sub DAS-nya, di mana jarak dari KM 0 sampai Jembatan Kondang Majalaya hanya 20 KM.
Padahal kemiringan (gradien hidrolis) curam 45 derajat. Saat hujan dengan intensitas tinggi terjadi di Kertasari, response time yang kita miliki bisa sampai dua jam. Sedangkan kalau terjadi di Sukarame Pacet, kita hanya punya satu jam. Namun bila hujan sangat deras terjadi di Ibun, maka Waktu Perkiraan Luapan Tiba (WPLT) tersisa sekitar 40 menitan.
Bagaimana jika hujan deras/sangat deras terjadi secara bersamaan ditambah hujan lokal di Majalaya dsk ? Dan seandainya jika kita tidak siap ?
Selain aspek peringatan dini banjir menjadi fokus bidang garapan Jaga Balai yang diperlukan untuk memberikan informasi kepada warga terdampak di Titik Rawan Banjir (TRB), kesiapsiagaan warga untuk menghadapi kemungkinan terburuk harus disiapkan. Kenapa ? Bila banjir bandang dengan daya rusak tinggi, maka wilayah Majalaya akan terisolir. Akses bantuan dari luar tak mudah masuk, karena dari berbagai arah terkepung genangan. Sehingga potensi tanggap darurat lokal yang ada harus bisa mengatasinya.
Mau tidak mau, disadari atau tidak skenario terburuk harus dibuat, mengingat data luas genangan berdasarkan catatan banjir tahun lalu melanda areal seluas 260 Ha menimpa sekitar 3.000 KK di 5 desa, area tersebut di luar genangan lokal di Cidawolong dan Bojong.
Warga di wilayah terdampak prioritas utamanya adalah mampu menyelamatkan diri, keluarga dan harta bendanya, terutama kelompok rentan (ibu hamil, balita, difabel, orang sakit dan lansia). Sementara warga di luar wilayah terdampak harus berperan untuk membantu (back up support). Mengingat saat akses tertutup, bantuan dari BPBD maupun Basarnas akan sulit tiba dengan cepat di lokasi bencana.
Upaya lanjutan sosialisasi peringatan dini menghadapi banjir musim hujan sekarang sudah dilakukan di beberapa TRB dan Sub TRB seperti di Kondang, Atirompe, Saparako, Majakerta , Bojong dan Tanggulun. Beberapa lokasi lagi akan menyusul dilakukan. Sementara pembuatan piskal tinggi muka air darat (TiMAD) sebagai alat ukur ketinggian genangan di wilayah TRB sudah dilakukan tersebar di beberapa TRB.
Adapun Simulasi juga sudah dilaksanakan bersama Kader Siaga Bencana Puskesmas Cikaro yang diikuti personil dari desa Majakerta, Sukamaju dan Padamulya. Latihan bersama terutama _ Water Rescue_ berlangsung setiap pekan, dilakukan bersama Tim Siaga Arus PASAK, Sispala Pajar Rimbawana dan akan digelar juga bersama Pramuka Muhammadiyah, Saka Bhayangkara Paseh. Latihan ini dikomandoi oleh Garda Caah Sukarelawan. Begitu-pun latihan bersama BPBD Kabupaten Bandung sudah diikuti personil perwakilan untuk 2 angkatan tahun ini. Apakah semua itu cukup ?
Belum !
Apapun persiapan yang dilakukan komunitas tak ada artinya tanpa dukungan nyata dari instansi terkait dan pemerintah setempat. Pihak Muspika harus bisa berperan lebih di garis depan mengantisipasi kemungkinan terburuk ini. Rencana membuat Satkor PB (Satuan Koordinasi Penanggulangan Bencana) tingkat kecamatan sampai saat ini belum terwujud. Namun komunitas akan terus berupaya.
Berikutnya adalah mendorong dan atau membuat Rencana Kontijensi (Contigency Plan) tingkat desa yang di-breakdown dengan Rencana Operasi (RenOps) di tiap RW dan RT. Langkah ini diawali dengan Pemetaan Partisipatif berupa potensi wilayah, kapasitas wilayah (table capacity), audit lingkungan, pengetahuan dasar klimatologi, manajemen kebencanaan untuk kesiapsiagaan pengurangan risiko bencana. Itu sisi soft skill-nya. Sementara sisi hard skill-nya berupa latihan P3K/PPGD dan metoda evakuasi di medan sempit berarus deras. Itu yang akan segera dilakukan bersama semua potensi masyarakat (PA, Pramuka, Karang Taruna, Tagana, Ormas, OKP, geng motor dll).
Banjir besar yang terjadi pada tahun 2008 sebanyak 20 kali, sedangkan jarak waktu periode ulang adalah semakin lama rentang waktu dari kejadian hujan intensitas sangat tinggi di kejadian yang sebelumnya, ke kejadian hujan intensitas sangat tinggi berikutnya. Maka itulah periode ulang dalam dinamika cuaca. Dan mengacu kepada informasi dari BMKG sehingga keluarlah Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 362/Kep. 1024-BPBD/2017 yang mulai berlaku sejak 1 November 2017 lalu hingga 31 Mei 2018, isinya menginstruksikan seluruh jajaranya hingga ke tingkat daerah dibawahnya untuk Siaga Darurat Bencana Banjir dan Longsor adalah keputusan yang bukan mengada-ada.
Doa kita selalu berharap yang terbaik, namun harus selalu bersiap menghadapi kemungkinan yang terburuk. Semoga ancaman bencana dalam gambaran skenario singkat ini tidak terjadi… Aamiin Allahumma aamiin..
#CaringcingPageuhKancingSaringsetPageuhIket #IbaratDidodohoRekDirontokMaung
by Denni Hamdani, Jaga Balai, Desember 2017.