
CIWIDEY – Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jabar-Banten Sylvana Ratina menyatakan saat ini populasi surili di Jawa Barat hanya sekitar 275 ekor yang terdiri dari berbagai kelompok. Seluruhnya ada di hutan konservasi yang jadi kewenangan BBKSDA.
Biasanya, satu kelompok terdiri dari tiga sampai tujuh ekor. Jumlah tersebut terbagi ke beberapa kawasan hutan di Jabar. Di antaranya, Gunung Burangrang, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Situ Patenggang, Situ Lembang, Kamojang, dan Rancadanau di Banten.
Hewan langka seperti Surili ini menurut Silvy, sapaan Sylvana, kerap mjadi barang koleksi di kalangan masyarakat, khususnya yang tajir. Lokasi pemeliharaan biasanya berada di daerah perkotaan, di rumah-rumah orang kota.
“Biasanya untuk dikoleksi di daerah perkotaan, di rumah-rumah orang kaya,” ungkap Sylvana usai agenda pelepasliaran Surili di Hutan Cisunggarung,Situ Patenggang, Kec Ciwidey, Kab Bandung, Rabu (7/9/16).
Kebanyakan pelaku perdagangan satwa langka berasal dari luar Jabar. Satwa langka ini pun biasanya dijual ke daerah selain Jabar. “Kemarin yang ditangkap di Garut itu orangnya dari Indonesia Timur. Kalau ga diserahin ya dipidana,” tuturnya.
Biasanya perdagangan satwa langka dilakukan lewat media daring seperti facebook. Motif adanya perdagangan tersebut sebetulnya sepele, yakni untuk kesenangan atau hobi memelihara hewan langka. “Untuk dipelihara, ya kayak melihara burung aja. Rata rata untuk kesenangan,” ujarnya.
Padahal, Sylvi menegaskan, pemeliharaan satwa langka, termasuk Surili itu ilegal dan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta.
Sylvana mengatakan, saat ini ada sekitar belasan ekor yang sedang direhabilitasi setelah diserahterimakan dari masyarakat yang sebelumnya memelihara Surili. Menurutnya, lambat laun, masyarakat kian sadar untuk tidak memelihara hewan langka tersebut.
Hingga kemudian, banyak masyarakat yang menyerahkan hewan tersebut kepada BBKSDA untuk dilepasliarkan ke hutan di Jawa Barat. Karena kesadaran itulah, jumlah satwa langka yang berada di masyarakat kian berkurang.
Perdagangan satwa langka saat ini diakui dia memang masih terjadi. Bahkan, sempat diketahui ada satwa langka yang diselundupkan ke Inggris. Setelah perdagangan itu akhirnya diketahui, hewan tersebut pun dikembalikan ke Indonesia untuk kemudian dilepasliarkan ke habitatnya.
Untuk perdagangan Surili sendiri menurut Sylvi belum sampai ke tingkat internasional. Pihaknya terus melakukan patroli untuk menemukan pihak-pihak masyarakat yang diketahui memelihara Surili. Ia berharap, masyarakat menyadari tentang arti penting dari keberadaan Surili di hutan bebas. Sebab kehadiran Surili di hutan bebas dapat memperpanjang usia ekosistem alam. Dengan begitu mata rantai ekosistem di hutan konservasi pun bisa terus berjalan. “Hutan kita jadi terjaga dan terus tumbuh. Karena kan sisa-sisa biji buah yang dimakan Surili ini bisa menjadi bibit pohon yang baru,” terang Sylvana.